Civil society menjadi salah satu isu yang laris di pasar wacana inteletual saat ini. Civil society menempatkan penguatan hak social politik warga dalam pembangunan fisik dan sumber daya suatu bangsa. Tiga elemen yang signifikan berpengaruh pada kemampanan suatu bangsa yang tidak dapat dipisahkan adalah pemerintah (government), private sector (sector swasta), dan masyarakat sipil yang kuat (civil society) itu sendiri. Disinilah letak arti pentingnya sebuah keseimbangan antara pemerintah dengan sector swasta dan masyarakat. Pemerintah yang terlalu kuat akan menyebabkan masyarakat dan sektor swasta kurang memiliki inspirasi. Sedangkan Pemerintah yang terlalu kuat maka akan menimbulkan suasana chaos sehingga check and balances tidak berjalan secara seimbang, etis dan kondusif. Dengan demikian, pembentukan kemapanan dan kemajuan bangsa sangat ditentukan oleh pemerintah yang baik, sektor swasta yang partisipatif dan masyarakat yang kuat. Hingga pada akhirnya muncullah banyak wacana yang mengkaji tentang bagaimana civil society dibangun dengan konsep yang representatif, di samping kajian wacana tentang pemerintah yang baik (good governance) dan perusahaan yang baik (good corporate) yang mengembangkan konsep perusahaan peduli social (coporate social responcibility) perlu dilakukan.
Perkembangan civil society dapat dirasakan 10 tahun terakhir ini pascareformasi tahun 1998. Semenjak turunnya Soeharto yang memerintah pada era Orde Baru (Orba) politik bersifat paradoks. Di satu sisi, sistem politik bersifat”pasti” karena semua keputusan politik ada di tangan Soeharto sebagai puncak piramida rezim Orba, namun, justru karena stuktur kekuasaan terletak pada satu individu itu, sistem politik Orba diselimuti ketidakpastian. Ini karena aneka keputusan politik amat bergantung pada subjektifitas Soeharto yang bersifat otoriter dan tidak pasti (arbitrary) sehingga sulit diprediksi. Setelah reformasi, struktur piramida kekuasaan Orba terbongkar. Kekuatan-kekuatan politik menyebar secara horizontal melalui sistem demokrasi. Keputusan politik tidak lagi di tangan beberapa elite politik, tetapi berpindah ke tangan tiap individu masyarakat. Di sinilah mulai berkembang wacana penguatan masyarakat sipil. Babak baru bagi berkembangnya kehidupan masyarakat sipil yang kuat dengan di landasi semangat penjunjungan tinggi terhadap nilai-nilai Hak Azasi Manusia dan kebebasan melaju dengan pesat.
Civil Siciety sebenarnya tidak hanya diskursus tentang Lembaga Non Pemerintah (Non Government Organization) saja. Civil society memberikan tekanan kepada pengembangan kelompok kepentingan (interest group), kelompok penekan (pressure group), alat komunikasi politik (media of political communication), tokoh politik (political figure), kelompok bisnis (business group) dan lain-lain. Dengan demikian, bisa di katakan bahwa civil society merupakan simbol-simbol masyarakat yang memiliki pengaruh di tingkat akar rumput bahkan masyarakat itu sendiri yang memiliki kapasitas dan sumber daya yang kompeten.
Namun, perkembangan civil society sekali lagi tidak berjalan cukup mulus. Globalisasi, Desentralisasi, dan Kebijakan Pembangunan menjadi sebuah tantangan yang cukup berat. Globalisasi mengharuskan adanya perubahan secara terus-menerus sebagaimana halnya perubahan produk di pasaran internacional, sehingga terkadang nilai-nilai dan norma-norma kearifan lokal terseret dan kita akan menjadi masyarakat kuat yang kehilangan identitas bangsa. Globalisasi juga memposisikan kekuatan ekonomi sebagai pilar utama kehidupan, sehingga kesenjangan sosial antara si kaya-dengan si miskin semakin membesar. Sedangkan desentralisasi mengetengahkan tranformasi kekuatan local yang kurang proporsional, dari sinilah lahirnya raja-raja kecil (bupati/ walikota) membuat sistem politik local semakin paradoks. Munculnya ketimpangan bukannya pemerataan adalah in come desentralisasi dalam pratek, sehingga masyarakat pribumi satu daerah dengan daerah lain tidak hanya berbeda sumber daya yang di miliki, tetapi juga pengurangan akses sipil ke sumber daya penting juga terjadi, sehingga pertumbuhan kehidupan sosial masyarakat tidak berjalan secara selaras. Terakhir, tantangn sipil society adalah kebijakan pembangunan yang kurang representatif, wacana pembangunan berkelanjutan menjadi wacana pemerintah dalam membangun stablitas dan karier politik elite pemerintah. Namun di dalam parktek kebijakan ini berimplikasi pada tertutupnya masukan-masukan dan saran-saran masyarakat sipil terhadap rencana pembangunan berkelanjutan, sehingga perubahan yang diharapkan hanya menjadi impian yang pupus.
Untuk itulah peran penting kuatnya masyarakat sipil cukup diperlukan dalam konteks perubahan menuju arah kebaikan. Pemerintah menjadi institusi berperan sebagai fasilitator, prĂvate sector menjadi kunci bagi pertumbuhan ekonomi sehingga kesejahteraan masyarakat minimal dapat terpenuhi, dan civil society yang menjunjung kepentingan publik berkolaborasi dengan media menjadi kekuatan yang pro-aktif melakukan program-program yang menyentuh kepentingan masyarakat akar rumput.
1 komentar:
ini aku luluk yang nulis jelek kyak begini...
namanya usaha mbak dan mas, pengen silaturahmi pikiran gak ada yang nyambung....
seringnya kumpul sama orang-orang tua, jadi bcandanya gak ada. Malah jadi cepet tua...
ayo dung beri komentar, biar ramai gitoe loch...he
maaf nye klo ada salah, mari kita jadikan saban hari jadi idul fitri jadi kita saling memaafkan, termasuk memaafkan soeharto?#%$@!!! lho kok gak nyambung..
Maaf yaw klo banyak kajian politik hukumnya, mang bisanya hanya itu seh. bwahaha ha3X
Posting Komentar