online degree programs

Jumat, Februari 08, 2008

kenapa kok?

cukup menggelitik, dan itu tidak apa-apa.
dalam kehijauan saya dalam embun pagi, sedikit saya menangkap kecenderungan dari sebagian banyak tmen-tmen untuk menyukai politik.
sekali lagi, itu tidak apa-apa
bahkan polingnya pun tidak jauh-jauh dari itu, dan bukankah itu juga pernah berpanjang lebar di obrolkan?
tapi ya itu tidak apa-apa, toh kebahagiaan masing-masing itu relatif bukan? bukan ya?

tetapi karena sudah terlanjur menyukai politik y sudahlah, wong y juga tidak apa-apa kok..
begini, media (baik massa, elektronik, atau gethok tular, atau yang lain) sudah banyak yang tau keberadaannya harus independen, "berdikari", tidak terpengaruh dari politik dan bisa menjadi konrol sosial bagi yang berpolitik.
seperti ini, antara media yang terhegemoni oleh penguasa dan yang tunduk pada komersialisasi dan atau kapitalisme itu lebih independen yang mana?
memang terkesan iseng dan pertanyaan yang dangkal, sekali lagi berangkat dari kehijauan saya (semoga bukan hanya mekanisme pertahanan ego saya)
tentu hal itu membutukan analisa yang tajam, bukan hanya lebih baik mana, lebih bener mana, dan lebih enak mana, bukan?

Ahmad Fahmi Mubarok
ketika hal yang wajar, dan mungkin berbeda dianggap suatu "dosa"
lalu bagaimana dengan perpecahan, tentunya dosa "mugholadhoh"

2 komentar:

KOMUNITAS EMBUN PAGI mengatakan...

Salam kenal luluk,...
mas, jenengan dalam masa atau fase kekerasan internal dalam diri dan pikiran sendiri..
Itu harus segera diselesaikan, supaya tidak menganggu paradigma jenengan dalam perperspektif...
Yang namanya manusia ya zoon politicon, tidak bisa lepas dari manusia lain dan memiliki hasrat politik...
Kita makan aja ini sebuah politik, kita memilih-milih makan pake lauk apa itu merupakan proses politik bung. Di sana jenengan akan memilih kira-kira kreteria makanan ideal menerut anda itu apa? he. sama halnya kita milih partai atau kandidat yang kriterianya ideal menurut kita, tentu ada proses pemilihan. Hanya diskusi lho, jagan tersinggung. Ha7x

Anonim mengatakan...

untuk sebuah awalan,
salam kenal juga mas luluk..
dan tidak sepantasnya saya dipanggil mas, melihat usia, pengalaman, kedalaman dan keluasan pengetahuan saya masih jauh merangkak untuk mengejar teman-teman..

iya, saya sedikit tau tentang itu.
bahwasanya semua hal tidak bisa lepas dari benar/salah (logika), pantas/tidak pantas (etika), dan indah/tidak indah (estetika).
semua konsep itu tak berlaku jika manusia hidup sendiri, tak berkawan, bahkan tak bertuhan!
menafikan logika, seperti membangun rumah tanpa fondasi.
menafikan etika, seperti membangun rumah tanpa dinding.
menafikan estetika, seperti membangun rumah tanpa atap.

saya juga sedikit tahu, bahwa tiap ilmu (termasuk politik), berawal dari filsafat, dan berakhir pada seni. (durant)
filsafat sebagai pionir, yang babat alas, dan ilmu lah yang membangun dan memajukannya.

jika definisi politik adalah "siapa mendapat apa, bagaimana caranya, dan kapan?" (sejauh yang saya tau adalah teori klasik prancis), maka semua hal berkaitan dengan politik. atau mungkin mas luluk bilang, makan juga politik. bukan begitu mas?

jika kita berbicara mengenai budaya, maka makan juga adalah budaya.
berbicara mengenai agama, makan juga diatur dalam agama.
makan juga membutuhkan perhitungan matematis.
jika manusia adalah homo oeconomicus, maka semua kegiatan manusia berdasarkan perhitungan untung-rugi (adam smith)

jika mas luluk berpandangan demikian, tentu bisa menerima pendapat seperti itu..

saya memang tak pernah menyukai politik seperti saya gemar "mengamalkannya" sehari-hari.

bukankah politik, sebagai hasil dari intelek adalah sekedar lentera jalanan? sungguhpun ia bukan ujung perjalanan.
jika bencana terjadi didalam rumah,apakah lentera jalanan itu menyadarinya?

terimakasih atas masukannya mas, semoga kekerasan internal ini bisa teratasi dengan jalan semacam ini..