Terima kasih atas tanggapan Edi atas posting kedua saya kemarin. Setidaknya itu membuat saya lega bahwa anda berdua memang sedang belajar. Kalaupun seandainya tulisan-tulisan kang Edi yang kemarin terkesan agak melo maka saya akan mencoba memahaminya.
Gini kang,
Tapi akhir-akhir ini saya memang agak tersenyum bila melihat berita tentang
Asal Mula
Sekitar tiga tahun yang lalu saya membaca beberapa wacana dari ahli geografi untuk mengusulkan agar Ibu Kota itu dipindah. Pada saat itu saya masih menganggap usul tersebut “gila” serta mengada-ada. Saya menganggap bahwa ahli geografi memang sedang tidak ada kerjaan hingga harus menulis wacana tentang perpindahan ibu
Akan tetapi, apabila melihat rutinitas banjir yang terjadi, saya kira wacana tersebut mungkin tidak kurang dari sepuluh tahun dari sekarang, barangkali pasti akan dipertimbangkan.
Bukannya sok tahu. Tetapi bila dikaitkan dengan kemampuan manusia untuk berfikir, maka bukan tidak mungkin manusia-manusia
Determinisme Lingkungan
Determinisme Lingkungan (dalam konteks istilah yang sesungguhnya, bukan dalam konteks psikologis manusia) menganggap bahwa manusia memang harus tunduk pada proses lingkungan alamiahnya. Anggapan ini sebenarnya muncul pada saat manusia masih dikategorikan primitive. Hingga mereka menggunakan sesajen dan pengorbanan untuk dewa-dewa yang “menghuni” ataupun “menguasai” alam. Pada masa pemahaman saat itu, manusia bisa dikatakan tidak mempunya kehendak bebas untuk menguasai alam.
Paham determinisme lingkungan alam lambat laun dianggap kuno sebagai akibat munculnya masyarakat pertanian serta masyarakat industri kapitalis. Tapi saya seolah melihat siklus ini kembali berulang. Barangkali dengan kecepatan yang lebih dasyat dari yang saya perkirakan.
Sebagai contoh, aktivis-aktivis lingkungna Greenpeace yang pada awalnya dianggap sekumpulan orang-orang yang memiliki pemikiran serta aktivitas “gila”, kadang-kadang mereka harus telanjang untuk berdemo, saat ini menjadi organisasi yang sangat mempengaruhi wacana kebijakan global tentang pentingnya perhatian terhadap lingkungan.
Pendek kata saya memperkirakan, bahwa wacana-wacana mengenai wacana terhadap lingkungan alam akan kembali populer.
Kembali ke Pokok Persoalan : Eksisensi Manusia
Saya memang kurang memahami tentang konsep-konsep Bourdieu, dan aliran-aliran falsafah lainnya. Termasuk Cak Nun dan lain sebagainya. Akan tetapi setidaknya saya mencoba dengan keras, memahami symbol-simbol sesedikit mungkin untuk menanyakan, merenungkan dan mencoba menguraikan dengan bahasa saya sendiri untuk menjadi wacana diskusi. Terima kasih atas sarannya.
Dan disini saya memang terasa membabi buta, menggunakan konsep-konsep, bahasa-bahasa, teori-teori yang kurang pas. Tetapi ini saya anggap sebagai proses. Apabila ada sahabat yang selalu mengingatkan, saya mengucapkan banyak terima kasih.
Masalah eksistensi manusia, saya merasa bahwa Tuhan menurunkan manusia ke bumi bukan tanpa alasan. Saya tidak memahami dan tidak tertarik untuk memahami rumus-rumus sang Khalik mengenai manusia seperti apa sebaiknya. Saya hanya mencari ke Jalan-Nya melakasanakan tugas berdasarkan interpretasi yang dapat saya pahami sendiri. Barangkali Agak sedikit liberal.ha2.
Memutar lagi membahas determinisme lingkungan, barangkali bisa dilemparkan ke teman-teman diskusi di Drikarya, setidaknya menanyakan kepada mereka untuk mencari tempat diskusi yang baru, kalo-kalo mendadak Presiden mengeluarkan
Sekian, Bravo embun pagi!!! pagi-pagi banget saya harus posting ha2.
1 komentar:
> Artikel di blog Anda bagus-bagus. Agar lebih bermanfaat lagi, Anda bisa lebih mempromosikan dan mempopulerkan artikel Anda di infoGue.com ke semua pembaca di seluruh Indonesia. Telah tersedia plugin / widget kirim artikel & vote yang ter-integrasi dengan instalasi mudah & singkat. Salam Blogger!
http://infogue.com
http://infogue.com/lingkungan/determin_isme_3_lingkungan/
Posting Komentar