Masyarakat
Namun dilain pihak, jika kita cermati, ternyata banyak diantara tayangan-tayangan tersebut yang terkesan asal tayang, tidak dipersiapkan menjadi tayangan yang berkualitas dan sekadar menjadi pengisi waktu kosong siaran. Sebagai contoh, banyaknya siaran yang sudah tidak up to date lagi. Artinya, banyak siaran yang ditayangkan merupakan siaran tunda yang sudah kehilangan nilai kekinian. Padahal, sebagai sebuah berita, masyarakat menginginkan pertandingan yang masih “hangat dan segar”, bukan berita kadaluarsa lusa kemarin. Pertandingan yang ditayangkanpun bukan partai bersejarah yang pantas untuk diingat kembali sekelas final yang monumental atau pertemuan dua juara, melainkan partai biasa atau pertandingan reguler yang orang mungkin cukup puas mengingatnya dengan data statistik hasil akhir saja. Tentu kita memaklumi kasus tayangan Liga Inggris yang oleh pihak-pihak tamak, dibuat hanya bisa dimiliki orang kaya saja sedangkan rakyat biasa dijatah pertandingan sisa yang sudah basi. Toh kita sudah cukup senang. Tetapi sangat disayangkan jika pertandingan domestikpun disajikan dalam format yang sama, basi alias kadaluarsa. Kejadian ini memang sangat berkaitan erat dengan bisnis dan uang, tetapi konsumen pasti akan memilih barang yang masih baru dan fresh, selain mutu yang terjamin.
Contoh kedua, kemasan yang kurang menarik dan menjenuhkan. Tajuk siaran langsung pertandingan sudah mengudara pukul 14.30 sedangkan pertandingan yang sesungguhnya dilangsungkan kurang lebih pukul 15.30. Jeda satu jam tersebut diisi dengan komentar-komentar, sedikit ulasan data dan bejibun iklan. Selebihnya, komentar dan iklan lagi. Sekali lagi memang ini erat berkaitan dengan uang, tetapi penataan yang baik serta sedikit idealisme tentu bisa mengatasi hal ini. Pihak penayang mungkin bisa berkata “Kalau tidak mau nonton ya pindah chanel saja lah !
Hal lain yang sepele tetapi cukup mengganggu kesakralan sebuah pertandingan adalah pemilihan kerabat siar. Terlibatnya beberapa wanita yang –mohon maaf, seperti tidak menguasai apa yang sedang dibicarakan dan tidak mengerti apa yang sedang ia katakan sendiri adalah inovasi perlu ditinjau ulang. Hal ini memunculkan kesan bahwa wanita hanya berperan sebagai “pemandangan indah” atau “tombo ngantuk…”, meminjam istilah yang sering dipakai Tukul jika ada wanita muda yang cantik dan berpakaian seksi. Sungguh sebuah kenyataan yang sangat bertentangan dengan apa yang diperjuangkan sebagian kaum wanita yang menuntut peran bukan hanya sebagai penarik perhatian. Tayangan televisi Eropa memang menggunakan wanita sebagai presenter tayangan pertandingan sepakbola, tetapi mereka menguasai betul topik bahasan dan juga tidak berpakaian seksi-seksi amat. Mungkin televisi nasional hendak mencontoh hal ini.
Kritikan-kritikan ini bertujuan memberikan saran membangun dalam tayangan sepakbola. Akan menjadi sebuah ironi jika keuntungan berupa begitu banyaknya siaran pertandingan sepakbola yang bertujuan menghibur dan memberi contoh pertandingan yang baik guna kemajuan sepakbola tanah air justru membuat msyarakat jengah dengan sepakbola. Diibaratkan, makan sayur asam dengan lauk ikan bakar Cianjur tentu sangat nikmat. Tapi bagaimana jika setiap hari anda hanya disuguhi menu itu saja ? Akan bosan, bukan ? Apalagi dengan penyajian yang semakin hari semakin kurang menarik.
Mohon maaf jika ada tutur kata yang tidak berkenan. Hidup sepakbola
ardiansyah_jfc@plasa.com
1 komentar:
Mas Yogas kalo posting dipastikan telah terkirim. Beberapa kasus saya sering harus ngecek posting yang belum tampil di layar.he2. Jadi mohon periksa setelah posting, biar tulisan yang sudah menjadi jerih payah sendiri bisa dinikmati khalayak umum, cheaaa....
Ttd
Penggila Posting!
Posting Komentar