online degree programs

Rabu, Februari 13, 2008

PILIHAN*


Sekarang saya masih bersyukur harga mendoan di dekat kos saya masih lima ratus rupiah. Saya sempet “was-was” kalo-kalo pedagang angkringan menaikkan harga mendoan terkait dengan naiknya harga kedelai. Barangkali pilihan mereka untuk tidak menaikkan harga dengan mempertimbangkan kepentingan jangka panjang: yaitu agar pelanggan tidak pada lari.

Sebuah pilihan memang tidak bisa lepas dari kehendak akal. Cuma ada sedikit perbedaan penekanan bahwa pilihan keputusannya memiliki efek jangka panjang atau jangka pendek. Keputusannya apakah akan mempengaruhi secara mendasar bagi sebagian orang atau kebanyakan orang.

Seringkali keputusan-keputusan tersebut tidak lebih bijak dilakukan oleh orang-orang besar. Saya disini mengandaikan bahwa saya sedang menjadi presiden yang sedang bimbang menghadapi pilihan-pilihan terkait dengan kenaikan harga beras di pasar nasional: pertama, pilihan untuk menyelesaikan kasus pangan sesegera mungkin. Kedua, saya akan menyiapkannya untuk menanggulangi masalah tersebut di masa yang akan datang, karena saya yakin yang perlu diperbaiki ialah inti dasar permasalahan. Dan pilihan ketiga, saya memilih untuk tidak melakukan apa-apa.

Bagi pilihan pertama: sekarang saya membutuhkan usaha untuk “menolong” penduduk saya dalam menghadapi masalah pangan dengan “sesegera” dan secepat mungkin. Konsekuensinya, apabila saya tidak melakukan apa-apa yang dapat dilihat rakyat saya saat ini, popularitas saya akan segera lenyap. Pilihan saya ini terkait citra saya di mata rakyat. Dan saya tidak bisa membayangkan lawan-lawan politik saya akan menelanjangi saya dalam menghadapi pemilu berikutnya. Ini ialah keputusan saya.

Dengan terpaksa, saya harus mengkoordinasikan para menteri-menteri saya untuk “segera’ dapat menangani masalah yang sedang saya hadapi. Seperti biasa, dan sering dilakukan oleh pendahulu saya, saya harus menambah stok beras di pasar agar harga beras di pasar menjadi turun. Sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran, yang anak SMP pun dengan mudah memahaminya, saya harus mendatangkan beras dari Negara tetangga melalui anggara cadangan periode saya untuk dapat menekan harga beras di pasar. Setelah saya melakukan keputusan tersebut, rakyat pasti akan mengangguk-ngangguk bahwa keputusan saya begitu gesit sehingga masalah pangan dapat cepat terselesaikan.

Kedua, dengan mengorbankan popularitas saya, saya harus memikirkan sendiri apa sebenarnya permasalahan dari masalah pangan dari negeri saya. Selidik punya selidik, bahwa kemampuan produksi pangan di negeri saya tidak mencukupi untuk kebutuhan masyarakat. Dan saya harus mefokuskan diri pada rencana swasembada. Artinya, ini tidak dapat langsung saya lakukan karena saya harus menyiapkan sarana-sarana dan program-program pendukungnya. Barangkali butuh bertahun-tahun untuk menyiapkan swasembada beras. Dengan keputusan ini saya tidak dapat berharap untuk karir politik saya. Dan untuk sementara biarlah masyarakat membeli beras dengan harga yang tinggi, walaupun untuk sementara popularitas saya menurun.

Pilihan ketiga. Biarlah rakyat saya merasakan naiknya harga beras, agar bisa memakan makanan alternative selain beras dan petani saya belajar sendiri untuk “menangkap peluang” atas kenaikan harga-harga beras.

Anehnya: Pilihan pertama begitu baik dan bijaksana bahkan mengacu teori ekonomi yang tidak terbantahkan, tapi akibatnya: membunuh petani. Pilihan kedua kelihatannya bijaksana, walau hasilnya cukup lama. Pilihan ketiga, “kelihatan kejam” dan “dingin”, yang barangkali hasilnya sama-sama dengan pilihan kedua saya, tapi uniknya, menurut saya itu sangat bijaksana. Gimana?

Kalau begitu, barangkali saya tidak perlu ada….

*Giyanto: anak seorang petani

2 komentar:

KOMUNITAS EMBUN PAGI mengatakan...

kang dikasih data dan teori dung...
biar ada informasi yang kita tukar, kita saling tukar pengetahuan dll
tapi jenengan hebat, tulisan terbanyak di bloog ini, salud aku. sukses untuk counter dan rentalmu kang. eh, kapan kawin? he
luluk bercanda

Anonim mengatakan...

Datanya ada di rumah saya, bapak saya pensiun jadi petani, pendekatannya pakai imajinasi..., sedangkan sebagian teorinya sudah bisa dipelajari saat kita SMP maupun SMA...
tapi perlu tambahan teori ekonomi mazhab austria...(praksiologi: suatu pendekatan berdasarkan tindakan manusia)