Amerika sebuah negara yang mendeklarasikan kemerdekaannya pada tanggal 4 Juli 1776 ini memiliki pengaruh internasional cukup besar pascaberakhirnya perang dingin tahun 90-an. Perang dingin yang yang menyingkirkan uni soviet sebagai satu negara yang bisa mengimbangi kekuatan Amerika, membuat negara paman sam ini cukup berpengaruh dalam beberapa momen dan politik internasional. Amerika mengisyhtiharkan dirinya sebagai polis dunia yang memiliki peran signifikan dengan aksinya di Kosovo, Haiti, Somalia, Liberia dan Perang Teluk pertama menentang irak yang mencerobohi negara Kuwait. Tragedi black september pada 11 September, 2001 di World Trade Center dan Pentagon, memicu kemarahan Amerika yang berimplikasi pada aktivitas yang ditandai dengan aksinya melancarkan serangan balas ke atas Afghanistan, mengutuk Usama bin Laden Al-Qaeda dengan simbol teroris sebagai musuh dunia yang sontak saja berbagai negara menerapkan peraturan tindak pidana terorisme. Tak hanya itu, Amerika juga ikut bertanggung jawab atas jatuhnya kerajaan Taliban dan pada tahun 2003 melancarkan Perang Teluk menentang Irak untuk menyingkirkan rezim Shadam Husein. Tak pelak, dengan berbagai dominasinya di berbagai negara-negara ini momen penting dalam negeri di Amerika menjadi soroton publik internasional.
Begitu halnya dengan kondisi politik di Amerika, pemilu sebagai momen penting dalam penyelenggaraan sistem politik, tentu banyak menuai soroton masyarakat internasional. Pemilu di Amerika di lakukan setiap dua tahun, pemilu 2006 dilaksanakan tapi kurang mendapat perhatian publik, sedangkan dua tahun berikutnya pemilu presiden yang banyak menjadi bahan atau referensi perkembangan demokrasi dan politik yang ramai diperbincangkan oleh khalayak internasional. Peran media internasional memberitakan bacaan tentang peta, positioning kandidat, kultur, dan partisipasi politik di Negara tempat markas besar PBB berdiri itu.
Penting halnya mendiskursuskan bagaimana system dan pola komunikasi dalam pentas demokrasi Amerika, khususnya bagaimana media memiliki peran yang cukup besar dalam pembentukan dan pertarungan retoris opini publik. Peranan media sangat strategis dalam even politik seperti ini. Secara umum Schramm (1973) dalam buku yang ditulis Antar Venus (2004) yang berjudul manajemen kampanye menyatakan pentingnya saluran kampanye sebagai perantara apapun yang memungkinkan pesan-pesan sampai kepada penerima. Sementara Klingemman dan Rommele (2002) menurut Venus juga menempatkan secara lebih spesifik bahwa saluran kampanye segala bentuk media yang digunakan untuk menyampaikan pesan kepada khalayak. Media memiliki peran yang berpengaruh secara kognitif khalayak pemilih. Dengan kata lain media juga dapat di fungsikan sebagai wadah untuk memasarkan produk politik seorang kandidat. Dalam pelaksanaan pilpres Amerika, media nasional dan internasional ramai-ramai menyunting proses bersejarah di dunia. Pilpres Amerika oleh media nasional Amerika di ekspose dalam tampilan iklan kampanye, jejak pendapat, pemberitaan peta dan aktivitas kandidat beserta timnya, sebagaimana halnya dilakukan oleh stasiun televisi ABC, majalah time, dan radio RNP, sedangkan media internasional juga tak ingin ketinggalan dalam memberitakan dan menganalisis situasi politik kekinian negara kiblat demokrasi liberal itu. Media internasional mulai dari Harian Inggris The Guardian yang mengunggulkan Hillary Clinton yang akan mengalahkan, kubu republik, Jonh McCain atau Rudolph Giuliani. Kemudian Harian Spanyol El Mundo yang terbit di Madrid yang cukup terperangga dengan kemunculan Barack Obama. Setelah itu, harian Rusia Kommersant yang terbit di Moskow sudah berani memprediksikan keunggulan kandidat dari partai demokrat. Tema lain yang dikomentari harian internasional adalah pertemuan Kanslir Jerman Merkel dan Presiden Rusia Putin di Sochi. Harian Jerman „General-Anzeiger“ yang terbit di Bonn menulis: keberpihakkan elit jerman terhadap kelompok oposisi Amerika melihat persoalan hak asasi manusia dan ketersediaan energi global akhir-akhir ini.
Positioning Kandidat
Positioning merupakan suatu langkah yang ditujukanoleh kandidat untuk menancapkan citra tertentu di benak pemilih. Citra inilah yang juga bisa disebut sebagai salah satu produk politik. Asumsi pemasaran dalam positioning di negara-negara maju khususnya Amerika juga diterapkan di dalam arena pertarungan politik yang melogiskan bahwa positioning merupakan produk yang harus layak untuk dipasarkan. Bagi setiap calon presiden Amerika tentunya telah memilih dan merumuskan positioning dan strategi pemasaran produk politik masing-masing.
Di negara-negara maju, begitu halnya penerapan prinsip-prinsip marketing telah meluas keluar institusi-institusi bisnis. Di Amerika Serikat, ahli-ahli pemasaran sangat terlibat dalam persaingan merebutkan kursi presiden maupun parlemen. Angkatan bersenjatanya membuat rencana pemasaran untuk menarik minat para calon tentara. Untuk mendorong konserasi energi dan lingkungan, mengurangi rokok dan minuman yang berlebihan, dan mencegah penggunaan narkotika, lembaga terkait mendesain social marketing compaigns. Para mareketer sosial juga menerapkan konsep serupa untuk menyebar luaskan pengetahuan tertentu seperti cara mengetahui nilai-nilai nutrisi pada makanan, memicu suatu aksi sesaat seperti imunisasi massal, mengubah perilaku seperti mengkonsumsi minuman keras saat mengendarai, hingga ketika mengubah keyakinan komunitas tertentu. Lain pasar, lain konsumennya, sehingga muncul cabang-cabang baru (pemasaran organisasi nirlaba) dan social marketing (pemasaran sosial) (Nursal: 2005: 5). Hingga saat ini terhitung jumlah logistik hampir tiap titik negara bagian di Amerika tersebar alat peraga kampanye dengan jumlah massal, padahal kita ketahui bersama bahwa Amerika adalah negara terbesar keempat di dunia setelah China dan Rusia. Jadi berapa budget yang harus diperlukan untuk pengadaan media pemasaran tersebut.
Selanjutnya, peningkatan popularitas para kandidat dalam pilpres Amerika dengan system political marketing dilakukan secara terus-menerus dalam masa pemilihan berlangsung. Skema dasar kampanye pada hakekatnya adalah kandidat calon mempromosikan diri. Sehingga mereka mulai menjual apa yang sekiranya menarik untuk mendapatkan konsumen, yakni simpatik dan dukungan khalayak masyarakat pemilih. Dalam mempromosikan diri, sikap, tindakan, kegiatan, dan aktivitas para kandidat baik kubu democrat atau republic ini dapat dianalisis melalui disiplin ilmu marketing, seperti biasa disebut political marketing. Turunan marketing lain seperti person marketing (Kotler dan Amstrong, 1994) dapat menjadi rujukan. Person marketing meliputi aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk menciptakan, memelihara, atau mengubah sikap dan perilaku orang-orang tertentu. Semua orang dapat menerapkan turunan marketing ini. Para politisi dapat memakainya ketika memasarkan diri sendiri, untuk memperoleh suara dan mencari dukungan program; figur-figur penghibur atau atlit juga dapat memakainya untuk mendongkrak karier dan pendapatannya.
Person marketing bertujuan menciptakan selebritis sebagai seorang pribadi yang terkenal yang mempunyai citra diri tertentu yang kuat karena kepribadian, sikap, dan tindakannya. Proses person marketing mirip dengan proses memasarkan produk yang akan dimulai dari sebuah riset dan analisis untuk menemukan kebutuhan dan segmentasi pasar. Objek yang dimaksud dengan pasar adalah publik yang diharapkan dapat mengubah penilaian, sikap, dan perilaku terhadap figur yang dipasarkan. Hasil dari riset berupa analisis tentang kebutuhan konsumen dan segmentasi pasar ini kemudian menjadi bahan-bahan rujukan penting guna mengembangkan produk atau figur yang bersangkutan. Pengembangan produk ini dimulai dengan nilai-nilai citra dan kualitas pribadi yang bersangkutan pada saat ini dan mentranformasikan untuk memenuhi kebutuhan dan harapan-harapan konsumen dengan lebih baik.
Suksesnya Ronald Reagen meraih dan mempertahankan kekuasaannya sebagai presiden Amerika Serikat terdahulu tak lepas dari person marketing. Dengan menerapkan person marketing, Reagen mengembangkan citra sebagai pemimpin yang patriotik, yang diperlukan untuk memimpin Amerika Serikat saat itu. Untuk melanggengkan pemerintahannya, selama delapan tahun Reagen menerapkan person marketing untuk mendukung positioning dan strategi pemasaran pemerintahan. Ia punya sebuah tim kerja marketing yang terdiri dari para specialis-spesialis peneliti, jago-jago iklan, penasehat politik, penulis pidato, perencana media, sekretaris pers, hingga seniman make up. Tim itu bertugas mendefinisikan segmen pasar politik dan mengidentifikasi isu-isu kunci untuk memperkuat program dan posisi Reagen.
Posisi yang khas, jelas dan meaningfull dari sebuah kontestan bersumber pada faktor-faktor pembeda yang dimiliki oleh kontestan tersebut dibandingkan dengan kontestan lain. Tetapi tidak semua karakter pembeda yang dimiliki oleh seorang kontestan itu menghasilkan positioning yang efektif. Setidaknya diperlukan enam syarat agar perbedaan itu menjadi berharga dapat kita lihat dari pilpres Amerika terdahulu seperti: a) penting (important), artinya perbedaan itu harus berarti penting bagi para masyarakat. Sebagai contoh sebuah partai politik bisa saja membedakan dirinya dengan partai yang lain dengan warna lain yang dimilikinya seperti yang dipakai untuk atribut bendera, posko, seragan, dan sebagainya. Kendatipun berguna untuk identitas partai, akan tetapi warna partai bukan merupakan perbedaan yang penting untuk masyarakat. Lain halnya dengan usia kandidat presiden –seperti Bill Clinton yang lebih muda dari pada Bob Dole- memiliki arti lebih penting di mata masyrakat Amerika Serikat; b) Istimewa (distinctive), sebagai pembeda faktor tersebut tidak di miliki pihak lain seperti Bill Clinton berusia muda yang tidak dimiliki oleh Bob Dole. Akan tetapi, satu atau beberapa faktor yang juga dimiliki oleh pihak pesaing , masih bisa dijadikan sumber pembeda asalkan faktor tersebut diwujudkan dengan cara yang berbeda dibandingkan dengan kontestan lain. Misalnya sejumlah partai bisa saja mengklaim sebagai partai wong cilik, partai lainnya antara lainnya antara lain dengan menunjukkan pola hidup sederhana dengan menerapkan kebijakan bahwa seluruh legislator dan pengurus partai menggunakan fasilitas hidup sederhana seperti mobil pribadi yang tidak melampaui harga tertentu untuk menunjukkan keprihatinan terhadap nasib wong cilik; c) Superior, perbedaan yang dimunculkan harus memberikan suatu manfaat yang lebih baik ketimbang cara-cara lain untuk menghasilkan manfaat yang sama. Dalam konteks Bill Clinton vs Bob Dole terlihat bahwa bagi sebagian besar pemilih, untuk mewujudkan kesejahteraan Amerika, melihat kedepan lebih baik dibandingkan melihat masa silam; c) dapat dikomunikasikan (communicable), positioning itu mudah dipahami pemilih dengan berbagai media komunikasi. New Demokrat yang pernah digunakan oleh Bill Clinton lebih mudah dipahami dan dikomunikasikan untuk menunjukkan bahwa ia kandidat dri Partai Demokrat berjiwa muda dengan ide-ide baru yang tidak mungkin muncul dari pengikut partai demokrat yang konservatif; d) Preemptif, perbedaan tersebut tidak mudah ditiru oleh pihak yang lain. Kembali lagi kita ambil contoh A Bridge to Future yang digunakan oleh Bill Clinton yang tidak mudah ditiru oleh Bob Dole karena Bob Dole karena Bob Dole yang berusia tua dipersepsikan para pemilih identik dengan masa silam; e) jumlah signifikan, yang terpenting adalah bahwa positioning tersebut pada akhirya dapat meraih suara sesuai dengan sasaran objektif kontestan.
Ketika di lihat dari sudut positioning, hal yang cukup berbeda di miliki oleh masing-masing kandidat dari partai democrat dan partai republic. Meskipun dapat dinilai bahwa dari sudut kuantitas dan peta politik partai democrat lebih diunggulkan dari republic, karena democrat mengantongi kemenangan pada pemilu tahun 2006 dan bangunan citra positif, namun tampaknya hanya John McCain Senator Arizona ini mendapatkan untung dari persaingan ketat antara Hillary dan Obama pasca kemunduran diri Romney pada 7 Februari 08 sebelum super tuesday di mulai. Citra yang di miliki oleh kandidat partai republik sangat tidak diuntungkan dengan kebijakan politik luar negeri George W Bush tentang penambahan pasukan di Irak, serangan di Afghanistan, Persekongkolan dengan Israil. Dalam beberapa periode, presiden Amerika Serikat hampir selalu berasal dari Partai Republik. Sejak tahun 1861, dari 27 presiden AS, 18 berasal dari Partai Republik. Namun Bush menurunkan citra institusi politik ini, sehingga publik amerika lebih menyukai dengan perubahan. Hal inilah yang mendorong kuat Hillary Clinton, Senator New York, Barack Obama, Senator Illinois dan John Edwards, mantan Senator dari North Carolina kandidat dari partai demokrat untuk maju dengan isu strategis menyoal anti kemapanan.
Citra yang terbangun di kalangan pemilih bahwa kandidat partai republik akan mewarisi gaya kepemimpinan Bush cukup logis. Traumatis ini yang menguatkan posisi tawar kandidat dari Demokrat yang sebenarnya semuanya mengusung wacana anti kemapanan. Kandidat kuat dari partai demokrat yang cukup diunggulkan yakni Obama dan Hillary memiliki positioning yang hampir sama, anti kemapanan dan mengurangi ekspansi politik luar negeri. Kendatipun demikian, persamaan diantara kandidat kuat ini masih dapat dilihat perbedaannya. Perbedaan inilah yang menjadi positioning masing-masing kandidat. Pertama, dalam hal kebijakan politik luar negeri. Dalam masalah perang Irak misalnya, kedua calon memiliki posisi yang berbeda. Walaupun saat ini baik Obama maupun Clinton menginginkan pasukan Amerika ditarik mundur secepatnya dari Irak, namun Obama lah yang sejak awal secara tegas menyatakan tidak setuju dengan perang Irak. Sedangkan Hillary Clinton dalam kedudukannya sebagai senator New York, dari awal turut menyetujui agenda pemerintah Bush dalam melakukan agresi militer ke Irak. Perbedaan kedua, dalam hal kebijakan politik kesehatan. Obama menyatakan, program kesehatan yang dicanangkannya, supaya setiap warga Amerika Serikat memiliki asuransi kesehatan. Perbedaan ketiga adalah persektif politik Obama dan Clinton dalam menghadapi krisis properti di Amerika Serikat. Sejak pertengahan 2007 lalu, rumah-rumah di Amerika Serikat banyak yang terpaksa dilelang, karena para pemiliknya tidak mampu lagi membayar jaminan dan bunga pinjaman. Bank-bank Amerika sering menawarkan pembeli dengan suku bunga awal yang rendah, tetapi untuk selanjutnya persentasi bunga yang harus dibayar terus naik. Obama percaya, pemecahan krisis properti ini hanya bisa dilakukan dengan pembekuan suku bunga dan biaya ditanggung bank. Dengan demikian, bisa dihindari adanya calon pembeli dengan suku bunga tinggi. Untuk programnya, Obama merencanakan pengadaan dana sebanyak 10 juta milyar Dollar yang akan digunakan untuk menghindari terjadinya pelelangan
Pola Kampanye
Memasuki paruh kedua dasawarsa 70-an minat untuk mangkaji kampanye marak kembali dikalangan pakar komunikasi, bahkan akhirnya memancarkan harapan baru akan potensi kampanye dalam mendorong perubahan sosial dan prospeknya bagi penelitian komunikasi. Optimisme semacam itu berkembang terutama setelah hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh Mendelson (Perloff, 1993); Warner (1977); AJ. Meyer, Nash, McAlister, Maccobby dan Faquhar (Perry), prinsipnya menegaskan bahwa sebuah kampanye yang dikonstruksi dengan baik akan memberi efek yang luar biasa terhadap khalayak sasarannya. Masa ini kemudian dikenal sebagai era kesuksesan kampanye.
Begitulah keadaan yang sampai sekarang masih berkembang sarana/ strategi persuasif dan komunikatif yang efektif bagi kandidat untuk menggiring suara dukungannya. Amerika saat ini dan sebelumnya menjadi contoh yang menarik bahwa kandidat kuat di negara tersebut kampanye dengan banyak menggunakan retorika politik. Pidato menjadi kunci ketertarikan massa pada kandidat tersebut. Sehingga kata-kata indah yang persuasif di susun rapi oleh kandidat untuk di sampaikan ke khalayak publik. Contoh pidato Obama pada pasca super tuesday menandai retorika yang di sampaikan seperti “Kami tahu bahwa perjalanan kami menuju pemilihan bukanlah hal yang mudah. Tapi kami tahu bahwa saat ini, orang-orang yang sinis tidak dapat lagi mengatakan bahwa harapan kami salah. Karena kami telah menang di timur dan barat, di utara dan selatan, hampir di seluruh negara kita cintai ini”. Ataupun Hillary yang pada satu kesempatan mengatakan “Kami akan menyapu perolehan suara di Texas tiga minggu ke depan dan mengumumkan pesan kami, apa yang Amerika butuhkan seorang presiden yang sejak hari pertama mengemban tugas sebagai panglima serta mendorong kembali perekonomian. Saya telah teruji dan dan saya siap!!! Ayo kita wujudkan!”. Kata-kata ini tidak banyak menunjukkan teori, data, dan asumsi ilmiah. Tapi lebih menekankan pada kesederhaan dan kemudahan orang memikirkan perkataan lesan kandidat. Disamping bentuk retorika, praktek persuasi yang juga membantu mengidentifikasi proses-proses yang terjadi ketika pesan-pesan kampanye diarahkan untuk mempengaruhi sikap dan perilaku khalayak oleh Perloff (1993) sebagaimana dikutip oleh Venus (2004: 31) menyarankan strategi persuasi yang dapat dipergunakan dalam praktik kampanye yakni, memilih komunikator yang tepercaya. Sehingga tidak hanya para tokoh elit politik saja yang dipercaya untuk menjadi juru kampanye, akan tetapi artis-artis besar (hollywood) juga turut meramaikan proses politik ini. Komunicator yang populis, cakap, dan berintregitas dapat mengoptimalkan target kampanye. Pesan yang diorganisasikan dan disampaikan dengan baik belum cukup untuk mempengaruhi khalayak. Diperlukan juga komunikator yang terpercaya untuk menyampaikan pesan trsebut. Semua bukti di dunia menunjukkan bahwa pesan yang dirancang dan disampakan dengan sempurna tidak akan mendapat membawa perubahan perilaku jika khalayak tidak percayai komunikator (Larson, 1992). Karena alasan ini maka kredibilitas komunicator merupakan hal yang harus diperhatikan agar ia bisa menjadi pembawa pesan yang dapat dipercaya.