online degree programs

Selasa, Juli 08, 2008

Memoir

Teman-temanku yang aku cintai,
Betapa aku bahagia memiliki teman seperti kalian. Meski mungkin perjumpaan kita terasa telat. Yah, baru setelah aku dan kalian hampir selesai belajar di perguruan tinggi itu. Perguruan tinggi yang benar-benar mengajari kita bahwa memang kita harus benar-benar belajar. Mungkin benar kata orang, cinta datang sering di akhir halaman. Tapi tidak, sebab itulah baru mula dari perjalanan cinta kita. Percintaan dalam mencari perayaan nikmatnya ilmu pengetahuan. Jalan mencari kebenaran.

Teman-teman,
Kemudian kita sepakat untuk sering bertemu. Yah, jagongan. Setiap minggu itu. Di Anomaly, Graha Sunyi, Transformatif. Kos-kosan itu. Kalian datang dengan membawa jajanan sendiri. Kopi. Makalah yang kalian copy sendiri. Dan tak lupa tentu saja berbatang-batang rokok yang menemani malam-malam yang terasa cepat itu. Dan datanglah fajar. Subuh. Embun Pagi. Matahari. Kalian tahu betapa bahagianya aku saat itu. Dalam kesepian yang mencekam ini aku merasa mendapatkan teman. Teman yang menemaniku merayakan kesepian itu. Dari sorot mata kalian, aku tahu, kalian juga merasakan hal yang tidak jauh berbeda dariku.

Teman-teman,
Kemudian percintaan itu sayangnya semakin mekar. Diluar jagongan itu aku dan kalian diam-diam saling bertemu. Gelisah, takut, bimbang, mempertanyakan, ngomel, protes, mengumpat, dan segala hal yang bernada ketidakmapanan. Politik, budaya, ekonomi, pendidikan, sastra, agama, sex, bahkan tuhan. Kita seperti orang-orang gila di tengah sebuah masyarakat yang sangat waras. Kita---maaf jika kau tak berkenan kugunakan kata ini---seperti berada di tengah kerumunan yang asing tapi akrab, akrab tapi asing. Aku bahagia ada kalian di sampingku. Aku mendengar. Aku belajar. Aku bercermin pada kalian. Kalian tahu sebenarnya aku malu pada kalian. Betapa sedikit yang aku tahu. Setiap kali jagongan itu hendak dimulai dan bahkan ketika jagongan itu sedang berlangsung, sungguh aku malu. Aku malu. Sebab, banyak yang tak kumengerti dari apa yang kalian bicarakan. Kata-kata. Definisi yang sangat elementer. Nama-nama. Istilah-istilah. Aku diam. Aku diam. Seperti tertampar betapa aku tak mengerti apa-apa. Betapa sedikit sekali yang aku mengerti. Kadang, rasa maluku itu kubawa sampai ke mimpi-mimpiku. Aku bermimpi suatu saat aku bisa mendengarkan kalian dengan baik, memahami apa yang ingin kalian katakan padaku. Jujur, bahkan hingga saat kutulis surat ini perasaan malu itu masih menggelayutiku. Harus kuakui betapa terkadang aku malu bertanya tentang banyak istilah yang kalian sampaikan dan tuliskan, juga di blog ini. Maka sesungguhnya aku malu pada diriku sendiri karena tidak mengakui kebodohanku. Namun, terimakasih teman-teman. Kalian telah mengajariku banyak tentang hal-hal, menemaniku dari jauh. Kalianlah yang selalu mengingatkanku menamparku sekali waktu untuk belajar dan belajar…

Teman-teman,
Hingga suatu waktu aku harus pergi meninggalkan kota itu. Aku memutuskan pergi. Keluar. Berjalan. Entah untuk apa… Di sepanjang perjalanan itu kutahan tangis yang semakin lama tak bisa kutahan. Aku harus pergi meninggalkan sebuah kota yang telah memberikanku banyak hal. Pelajaran, teman-teman, keluarga, mimpi, pengkhianatan, kegagalan, harapan, ketakutan, sakit hati, ketulusan dan tentu saja cinta. Sampai pada suatu waktu—mungkin hingga saat ini-- aku tak tahu mengapa perpisahan ini terjadi. Aku pergi ke suatu tempat yang tak pernah aku tahu mengapa aku disitu. Aku kesepian lagi. Untunglah, ada Guru itu ---yang dengan sabar dan setia menemaniku pelan-pelan untuk belajar berjalan-- dan kalian tentu saja. Meski hanya lewat layar, diam-diam sambil mengintip kukirimkan rinduku yang semakin berat ini.

Teman-teman,
Di kota baru itu kutemukan kesepian sekaligus pesta. Sepi sebab tak ada kalian disitu. Pesta sebab hampir tiap hari harus kudatangi seminar, diskusi, pentas, kursus filsafat ilegal, kelasilegal dan banyak lain hal. Hal-hal yang sangat aku sukai. Aku adalah seorang amatir. Itu kalian tahu. Baru beberapa bulan ini setelah bertemu kalian itu aku merasa benar-benar belajar. Aku adalah seorang anak tk di wilayah ini. Segala kuikuti. Segala kudengarkan. Hingga terkadang aku bingung sendiri di tengah pesta itu. Sebagai seorang anak tk, aku merasa terjebak. Aku tidak tahu apa yang orang-orang dewasa itu perbincangkan di seminar-seminar itu. Tapi, aku terus melangkah. Entah untuk apa.. Kubaca kembali handout-handout diskusi siang tadi di kamar itu. Tetap saja sulit kupahami. Apalagi jika setelah itu kubuka blog ini melihat kalian saling menulis, berargumen. Aku iri. Aku iri. Aku ingin menulis seperti kalian. Namun, yakinlah betapa sulit jari-jari ini bergerak. Betapa ampun kata-kata keluar dari diriku. Aku bingung. Aku kesulitan memahami apa yang sesungguhnya terjadi padaku. Hingga sampai saat kuposting tulisan ini.

Teman-teman,
Betapa beratnya mempertahankan diri di zaman ini. Itu yang sering kalian wejangkan padaku. Yah, betapa sulit menjadi manusia yang utuh di republik ini. Kita berbicara tentang banyak hal. Rakyat, demokrasi, kesejahteraan, kemiskinan, bbm, birokrasi, bhp, blt, korupsi, teror, kitab suci dan banyak hal lain yang tak mungkin kutuliskan dilembar yang sangat terbatas ini untuk hal yang sangat tak terbatas yang sudah, sedang dan akan kita perbincangkan. Sungguh, teman-teman. Pada suatu waktu kadang aku frustasi. Mempertanyakan kembali untuk apakah semua kegelisahan ini? Untuk siapakah segala kesepian ini? Dan yang paling membuatku malu, siapakah kita ini? Berhak apa kita memikirkan segala hal yang berhubungan dengan kebenaran, kebahagiaan, nasib banyak manusia? Siapakah kita ini? Siapa?

Namun, teman-teman, terima kasih.
Kalian selalu datang mengusik nuraniku lewat blog ini sering-sering, mengingatkanku bahwa perjalanan (perjuangan?) inimasih sangat panjang.
Terimakasih untuk hal-hal yang tak bisa kukatakan. Semoga kita bahagia. Amin.

Taufiq

4 komentar:

Anonim mengatakan...

wah, baru kali ini KEP dapat surat Cinta...tapi kok???cowok!hi2...

Anonim mengatakan...

hiiiiii
jadi kangen....

kapan ya bisa ngariung dei.....

Anonim mengatakan...

Hidup adalah perjalanan kawan....
bukan Semarang, bukan Jakarta...
tapi diri kita...

Anonim mengatakan...

Ya, Guru Ed...
Tetaplah berjalan...
Maka aku akan selalu mencari...

sayang-nya, sekarang banyak orang pakai motor....
serta pejabat banyak yang pakai mobil...