Berbicara tentang ideologi politik, terdapat satu pendapat tentang adaya reduksionisme ideologis oleh Germindo dalam Varma (2002: 116). Diantara sebab-sebab utama, Germino menunjuk pada reduksionisme ideologis dari Tracy, Comte dan Marx dalam Varma (2002: 116) sebagai penyebab terpenting munculnya pemikiran tentang reduksionisme yang berkembang hingga saat ini. Tracy merupakan orang pertama yang menyatakan istilah ideologi sebagai suatu ilmu yang menentukan asal mula gagasan. Tracy dalam Varma (2002: 116) berkeyakinan bahwa semua pemikiran berasal dari cerminan yang ditentukan oleh pancaindera atau realita tunggal yang dapat ditangkap oleh pnca indera. Ideologi sama saja dengan bagian dari zoologi dan kecerdasan manusia dapat diperiksa dan digambarkan seperti memeriksa sifat suatu zat atau tanaman, atau suatu keadaan yang menakjubkan dalam kehidupan suatu bintang. Bagi Tracy dalam Varma (2002: 116) sama halnya dengan metafisika yang hanya ilusi dan fantasi, yang merupakan hasil dari imajinasi demi kesenangan orang bukan untuk mengatur orang. Baginya, hampir sama ideologi hampir sama dengan pengetahuan yang terdiri atas ide-ide yang berhubungan dengan pengalaman yang nyata. Seperti Condillac, Helvitius, dan pemikir prarevolusi lainnya di Prancis, Tracy dalam Varma (2002: 117) menyatakan tiada sumber gagasan lain selain perasaan bahwa semua pemikiran akhirnya dapat ditelusuri hingga pada perasaan sentio ergo sum (saya merasa, karena itu saya ada). Dengan menelusuri semua gagasan sampai pada pengalaman panca-indera, dapat diciptakan suatu ilmu baru tentang manusia untuk menjadi petunjuk bagi keseluruhan kehidupan politik manusia. Seseorang yang dapat membedah suatu ide dapat menggunakan ilmu ini untuk membentuk kembali tatanan sosial kemasyarakatan yang baru sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang diinginkan. Kata ideologi tidak lagi dipakai dalam pengertian yang digunakan oleh Tracy dalam Varma (2002: 117) yang sekarang ideologi itu lebih diartikan perangkat gagasan apa pun yang digunakan untuk mendukung sistem politik dan ekonomi tertentu. Tetapi Tracy dalam Varma (2002: 117) telah memulai suatu gerakan fikiran yang berpuncak pada reduksionisme ideologis Karl Marx.
Pada tahap selanjutnya, filsafat, filsafat hukum, filsafat politik dan ideologi politik menjadi landasan bagi terbentuknya pisau analisa dalam sebuah metode demokrasi yang baik. Filsafat memberi landasan bagaimana bersifat menuju kebijaksanaan, filsafat hukum menjelaskan bagaimana legitimasi kekuasaan yang ideal, filsafat politik memberikan gambaran pengetahuan dan landasan bagi keinginan publik dan ideologi memberikan pondasi bagi pemikiran dan ide serta gagasan yang mendukung sistem suatu negara.
Fisafat, filsafat hukum, filsafat politik, dan ideologi politik sebagai pisau analisa dalam sebuah metode demokrasi pada negara yang demokratis. Nurtjahjo (2005: 69) mengkonstatasikan bahwa metode demokratis merupakan tatanan kelembagaan untuk sampai pada keputusan-keputusan politik di mana individu-individu mendapatkan kekuasaan untuk memutuskan dengan alat-alat perjuangan kompetitif bagi bagi suara rakyat dan keinginan rakyat.
Secara metodologis, demokrasi mengandung makna filosofis di mana kemenangan suara mayoritas merupakan kebenaran. Kebenaran ini harus diberlakukan bagi seluruh rakyat tanpa pengecualian (termasuk minoritas dan atau golongan putih). Kebenaran mayoritas ini dituangkan dalam berbagai format peraturan perundang-undangan atau hukum positif yang berlaku. Kebenaran mayoritas sebagai suara rakyat yang dujadikan landasan pengambilan hukum yang berasal dari konsensus sosial bersama. Pengambilan hukum inilah yang mempresentasikan pengambilan kebenaran dan keadilan yang akan dituangkan dalam format yuridis. Secara otomatis dapat dkatakan bahwa kebenaran dan keadilan ini berasal dari persepsi rakyat yang diwakilkan kedalam persepsi wakil rakyat (dalam demokrasi perwakilan), yang kemudian mempunyai ukuran legitimasi tindakan demokratis selanjutnya, Nurtjahjo (2005: 70).
Dapat ditepatkan bahwa kebenaran, keadilan, dan kebaikan merupakan nilai-nilai prinsipil dari etika. Artinya, demokrasi mempunyai peranan untuk mewujudkan hal tersebut dalam kenyataan penyelenggaraan kekuasaan negara. Dalam konteks inilah demokrasi menawarkan prinsip-prinsip yang bermanfaat untuk menjalankan pemerintah yang baik (good governance) dan pertumbuhan nilai-nilai demokrasi dalam masyarakat menuju masyarakat madani (civil society) yang senantiasa berpartisipasi dalam kehidupan politik negara dan kritis konstruktif. Untuk melihat bahwa filsafat, filsafat politik, filsafat hukum dan ideologi politik memberikan arah analisa terhadap metode demokrasi, dapat dalam bagan dibawah ini.
Bahwa filsafat sebagai ruh pemikiran yang melahirkan filsafat hukum, filsafat politik, dan ideologi politik, namun filsafat juga mampu memberikan kontribusi langsung terhadap kajian dan analisa dalam metode demokrasi tanpa melalui filsafat hukum, filsafat politik, dan ideologi politik. Kendati demikian filsafat hukum, filsafat politik, dan ideologi politik memberikan sebuah kekhususan suatu pengetahuan yang bermanfaat untuk kajian dan analisa dalam metode demokrasi. Out-put-nya tentu berguna bagi terbentuknya negara demokratis yang ideal karena dukungan yang diperoleh dari konsep demokrasi yang kuat.
Direktur Eksekutif Democracy Watch Organization (DEWA ORGA)
4 komentar:
WOw!!!, baru kali ini Luluk tulisannya keren: bersemangat, runtut, logis...
jujur, kemarin-kemarin itu gua baca tulisan lo pingin muntah-muntah lho Luk, ha2...
Ya, barangkali karena sudah belajar keras. Jadi, ya okelah....Saya sepakat....
Kapan-kapan saya pingin Luluk nulis dengan sumber buku: Theory of Justice-nya Jhon rawl, gimana berani gak?
heheheh....semuanya adalah proses, yang terindah adalah menikmati proses, yang terbaik adalah proses tersebut berbuah kebaikan...
Jangan percaya sama Giyanto Luk, kapitalis itu klo muji sebenarnya adalah strategi tertentu untuk mendagangkan barang dagangannya, memuji itu sebuah negoisasi personal-kolektif untuk membuat jaringan dengan konsumen,...
Sayangnya saya tak tahu, apakah selain, rental, buku, dan pulsa, Giyanto punya jualan apa lagi....karena kecurigaan saya, ketika Giyanto sedang pubertas intelektual sekarang, dan saya khawatir lekas ejakulasi dini, maka ia mau jualan "obat kuat" hehehehe....
Tentu obak kuat dalam arti metaforis dwonk....ini yang perlu ditelusuri..
Bisa menulis dengan beragam tipikal dan karakter suatu hal yang cukup mengembirakan. Kemungkinan kang gie lebih cocok pada isu strategis atau wacana yang aku angkat saat ini.
Saya mengamati perkembangan gie yang jauh melebihi apa yang saya bayangkan pada saat di kampus dulu. Kapasitas intelektual yang di milikinya tidak hanya berasal dari kemapanan dan modal usahanya, tetapi justru bisa menjadi modal yang lahir kembali dengan bentuk baru. Produk pemikiran, produk gagasan, produk reformis mrp modal kita semua...............mungkin?
Ha2, santai aja...
saya tetep anak seorang petani,he2...
masalah ejakulasi intelektual....
tergantung Istri saya nanti seperti apa,he2....
kalo jelek, barangkali saya bisa jadi filsuf...
kalau cantik ya...paling pengusaha+penulis,ha2...
good luck!!!
Posting Komentar