online degree programs

Rabu, Juni 04, 2008

HAK BERPOLITIK


Hak untuk berpartisipasi dalam politik (termasuk memilih, dipilih, dan tidak memilih) sebagaimana di amanahkan dalam kovenan internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political - ICCPR) UU No. 12 Tahun 2005 menciptakan komitmen bagi Negara untuk melindungi, menghormati, dan menyediakan segala sesuatu yang berkenaan dengan pemenuhan hak sipil dan politik ini. Bersamaan dengan perubahan sistem Negara yang dilahirkan dari amandemen UUD 1945, hak politik ini akan tumbuh sumbur berhadapan dengan realitas politik sistem pemilihan demokratis, yakni pemilihan legislatif, pemilihan presiden, dan pemilihan kepala daerah secara langsung, lalu, bagaimana hak politik ini hidup menjadi satu tema yang strategis untuk diperbincangkan dalam sistem pemilihan langsung ini?.

Pemilihan gubernur dan wakil gubernur Jawa Tengah 2008, menyajikan beberapa fakta menarik kaitannya dengan keberadaan isu hak politik ini yang dikorelasikan dengan sistem pemilihan langsung. Hak politik dipertaruhkan dengan pro-kontra yang perdebatannya terletak pada : pertama, hak dipilih bagi calon perseorangan. Kedua, hak memilih bagi pemilih yang belum terdaftar sebagai pemilih, meski syarat sebagai pemilih sudah dikantonginya. Ketiga, hak untuk bebas dari diskriminasi dalam hukum, dan atau hak atas kedudukan yang sama di muka hukum bagi setiap kandidat terkait persyaratan calon dan status tidak penjabat kepala daerah.

Berkenaan dengan hak memilih warga, sebanyak 25.861.234 orang pemilih terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) oleh Komisi Pemilihan Umum Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 13 April 2008. Terdiri dari pemilih laki-laki sebanyak 12.820.644 dan pemilih perempuan 13.040.590 dibutuhkan Tempat Pemungutan Suara (TPS) sebanyak 55.380. Dengan ditetapkannya DPT tersebut maka tertutup peluang bagi warga yang sudah berusia 17 tahun atau minimal sudah memiliki persyaratan sah sebagai pemilih tidak memperoleh hak politiknya setelah penetapan DPT tertanggal 13 April 2008 ini. Dengan kata lain mereka yang tidak terdaftar ataupun baru memenuhi persyaratan setelah tanggal 13 April 2008 (paling tidak akan banya orang yang berulang tahun antarwaktu 13 april sampai 22 juni), tidak diperbolehkan menggunakan hak politiknya –mencoblos– pada saat pemungutan suara tanggal 22 April mendatang. Argumentasi KPU tentang penutupan peluang perubahan DPT ini didasarkan aturan main (rule of game) yang berlaku, salah satunya perangkat hukum berupa keputusan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Jawa Tengah Nomor 10 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Keputusan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Jawa Tengah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Waktu Penyelenggaraan Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur 2008.

Melalui aturan ini Pemutahiran Data Pemilih hingga Penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT) dtetapkan dari tanggal 3 Desember 2007 sampai 5 April 2008. Meski molor hingga tanggal 13 April 2008 DPT baru ditetapkan karena mengalami perubahan-perubahan, namun DPT pada akhirnya ditetapkan dan kemudian ditutup segala jenis masukan atas perubahan jumlah DPT ini. Setelah penetapan ini sudah tidak diperkenankan lagi masukan atas perubahan DPT untuk pemungutan suara pada tanggal 22 Juni 2008 mendatang sebab perubahan sudah dilakukan berulang kali dan sosalisasi telah dimaksimalkan pada proses perumusan daftar pemilih sementara, daftar pemilih hasil perbaikkan sampai daftar pemilih tetap.

Selain persoalan DPT, hak politik bagi calon perseorangan juga menjadi salah satu tema hangat dalam Pilgub kali ini. Realisasi Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 05/PUU-V/2007 tentang Putusan Calon Independen dalam Pilkada tertanggal 5 maret 2007 yang diperbaiki kembali pada tanggal 13 maret 2007 oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia menjadi pengaruh yang memberikan landasan yuridis, filosofis, dan sosiologis bagi revisi UU No. 32 Tahun 2004 yang telah di gedok DPR pada tanggal 1 April lalu. Namun bersamaan dengan hal itu pula implementasi calon perseorangan tidak bisa serta merta diberlakukan terhadap semua pilkada yang akan digelar seteleh revisi terbatas ini terbit. Sebagaimana Pemilihan Gubernur Jawa Tengah yang secara yuridis tidak mungkin mengadopsi perangkat baru tentang calon perseorangan tersebut. Legal opinion yang berkembang adalah bahwa terbitnya kententuan dari revisi terbatas tersebut telah melewat masa pendaftaran pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Tengah yang ditetapkan dalam jadwal tahapan KPU Provinsi Jawa Tengah. Sehingga calon perseorangan tidak bisa diakomodir berdasarkan asas hukum tak berlaku surut.

Hak untuk bebas dari diskriminasi dalam hukum, dan atau hak atas kedudukan yang sama di muka hukum bagi setiap kandidat terkait persyaratan calon dan status tidak penjabat kepala daerah. Ada tiga calon gubernur maupun wakil gubernur yang saat ini menjabat sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah mencalonkan diri. Mereka adalah Sukawi Sutarip sebagai Walikota Semarang, Rustriningsih sebagai Bupati Kabupaten Karanganyar, dan Abdul Kholiq Arif sebagai Bupati Kabupaten Wonosobo.

Dengan revisi terbatas atas UU No. 32 Tahun 2004, maka patutlah kententuan ini di akomodir bagi hal-hal yang memungkinkan bagi pemberlakuan daya ikat hukumnya. Sebagaimana konsep LIewellyn, hukum harus diterima sebagai sesuatu yang terus-menerus berubah, hukum sesuatu yang statis, dan senantiasa dikaitkan dengan tujuan masyarakat dimana hukum itu berada. Calon yang masih memiliki kedudukan sebagai penjabat Kepala daerah dinilai mengingkari tujuan hukum itu sendiri, yakni keadilan. Jika ditarik pada pemikiran yang lebih ekstrem, bahwa keadilan berdasarkan pandangan Rousco Pound (1951) hukum mengharmonisasikan kepentingan umum dan kepentingan individual, melalui cita-cita keadilan yang hidup dalam hati rakyat. Dengan kata lain tugas hukum mewujudkan keadilan melalui pelaksanaan dan penegakan hukum hakekatnya berasal dari nurani rakyat yang wajib diutamakan.

Dengan calon-calon yang masih menjabat kepala daerah tersebut, tidak hanya terjadi diskriminasi terhadap kesetaraan kedudukan dengan calon lain, tetapi juga bukan tidak mungkin terjadi praktek pemanfaatan fasilitas Negara bahkan sampai pada mengotori netralitas PNS. Sangat berpeluang besar dengan pengaruh dan kekuatan yang dimilikinya, kedudukan kepala daerah bisa secara langsung atau tidak langsung menekan dan berdampak pada pilihan dan sikap aparat pemeritahan.

Ada baiknya penjabat kepala daerah –bupati/ walikota- ini yang mencalonkan sebagai gubernur mengingat amanah yang dirinya untuk duduk dan memerintah daerahnya. Jikalau penjabat ini ingin maju dalam pertarungan pemilihan gubernur hendaknya melepaskan terlebih dahulu amanah yang diberikan rakyat kepadanya. Karena amanah yang diberikan kepadanya adalah menjabat dan memerintah daerah sebagai kepala daerah untuk mensejahterakan kehidupan masyarakat, amanah itu bukan untuk mencalonkan diri dalam arena bursa pemilihan yang lain. Seperti hanya yang pernah diungkapkan oleh Prof. Laeca Marzuki dalam Post Scriptum-nya tulisan tentang pilkada (2006), Mereka – calon kepala daerah terpilih- adalah orang yang dipandang terbaik di daerahnya, sehingga amanah untuk memimpin daerahnya kiranya menjadi pegangan (the tenet) di kala mengemban jabatan public yang diamanahkan bagi mereka, yakni: Thou Should Not Betray Thy Constituens! (janganlah kamu –calon kepala daerah terpilih- mengkhianati amanah para pemilih!).

Melihat uraian diatas, Democracy Watch Organizaton berkeinginan membuat ruang public yang steril, independen, dan objektif dalam mengamati persoalan diatas. Dengan public hearing yang di isi oleh pemateri yang memiliki kompetensi dalam menjawab persoalan diatas diharapkan mampu merumuskan perubahan kearah tatanan dan kehidupan demokrasi yang sejalan dengan pemuliaan nilai-nilai hak asasi manusia seutuhnya.

Di samping itu pula, Democracy Watch Organizaton hendak menyampaikan beberapa hal yang berkenaan dengan kewajiban Negara untuk mengakui (to regognize), mempromosikan (to promote), menghormati (to respect), melindungi (to protect), memenuhi: memfasilitasi dan menyediakan (to fulfill: to facilitate and provide). Oleh karena itulah, sebagai bagian dari kelompok masyarakat sipil yang memiliki komitmen untuk mewujudkan terselenggaranya pilkada yang demokratis dan berkualitas Democracy Watch Organizaton memiliki sikap :

  1. Mengimbau kepada KPUD Provinsi Jawa Tengah untuk mengakomodir secara teliti masyarakat yang telah memiliki hak pilih tapi belum tedaftar dalam Daftar Pemilih Tetap, agar supaya mereka bisa menyuarakan hak sosial politiknya;

  2. Meminta kepada semua pihak untuk memberi tekanan kepada kandidat calon yang masih menduduki jabatan publik agar melepaskan jabatannya terlebih dahulu, terutama sebelum masa kampanye untuk Pilgub Jateng yang free dan fair. Memberi dukungan kepada KPUD Provinsi Jawa Tengah untuk menetapkan keputusan pengunduran diri calon.



Awaludin Marwan, SH

Direktur Eksekutif Democracy Watch Organization (DEWA-ORGA) Jawa Tengah

3 komentar:

Anonim mengatakan...

tulisanku dirapikan cah. aku dak biso iki. malah rucek.
Ohya, secercah harapan lahir dari kedatangan Mas Yogas ke kosku. Semoga poros intelektual mahzab sampangan-sekaran terbangun dan besar kemudian hari

Anonim mengatakan...

Kowe "klik" apa Luk...kok dadi format Hidi? belajar IT dulu ya...

Anonim mengatakan...

mas lulu,,,
kalo ada proyek
jagan diem2