online degree programs

Minggu, Juni 22, 2008

Kopi Hangat Rasa Ilmu Hukum


Persoalan kerapuhan sistem hukum kita, mulai dari penegakan hukum, desain dan tatanan hukum di institusi Negara, serta kelemahan yang nampak banyak terlihat dari produk-poduk hukum, bisa di ulas dan di carikan resolusi dari akar subtansial “cara berhukum” –meminjam istilah Prof Sacipto Rahardjo– kita selama ini. Pondasi yang melatar belakangi kemunculan metode, pemikiran dan operasionalisasi baru di dunia hukum patut di bedah secara mendalam, menyajikan telaah kritis yang berlandaskan materialisme, idealisme atau logika. Kajian subtansial tentang hukum Indonesia sangat jarang terdengar menjadi peluang intelektual bagi siapapun untuk mendapatkan ruang perhatian, menawarkan gagasan pencerahan terhadap persoalan hukum yang melanda bangsa Indonesia.

Saya memiliki sebuah keyakinan, bagi sebuah jurnal hukum yang menyajikan dialektis hukum subtansial, lambat laun akan memperluas dan memperbesar area targetnya, memiliki karakter yang di nilai cukup kuat, namun tidak kehilangan arah sintesis nyata sebagai jawaban atas persoalan-persoalan hukum selama ini. Sebuah jurnal yang memetakan aliran pemikiran ilmu hukum dari perspektif historis dan global, kemudian mendiskipsikan bagaimana kondisi dan perkembangan aliran pemikian hukum di Indonesia dan kemudian secara subtansial akan menjawab dilema atas kehidupan berhukum, pada akhinya akan mampu menyajikan secara komprehensif analisa-analisa yang matang dan lebih berbobot.

Seumpamanya diskursus dimulai dari meniti perkembangan hukum di Indonesia dari sudut aliran pemikiran dalam ilmu hukum secara konvensional (Barat). Mulai dari gaya pemikiran hukum alam; positivisme; utilitarisme; hukum murni; historisme; sosiologis; antropologis; dan realisme. Hukum alam terejawantahkan oleh tokoh-tokohnya mulai dari Plato dalam The Republic dan The Law-nya, Socrates, Aristoteles mewakili kubu Yunani, sementara Cicero dan Gaius merepresentasikan tokoh hukum alam Romawi, selanjutnya tokoh-tokoh abad pertengahan seperti Augustine, Isidore, Thomas Aquinas, dan William of Occam, berikutnya para filosof idealisme transcendental seperti Kant dan Hegel, dan masih banyak tokoh lain yang tidak bisa disebut satu persatu penganut aliran pemikiran hukum alam ini. Positivis oleh Auguste Comte (1798-1857) atau Herbert Spencer (1820-1903), aliran utilis yang ditandai dengan kemunculan tokoh pemikirnya seperti Jeremy Bentham, John Struart Mill, kemudian aliran hukum murni oleh Hans Kelsen, aliran historis dikuatkan oleh Friedrich Carl von Savigny, Antropologis didukung oleh Leopold Pospisil, Sosiologis bagi orang seperti Max Weber, Emile Durkheim dan Realisme oleh Oliver Wendell Holmes.

Bagi banyak orang atau inteletual akademik yang tertarik pada perkembangan aliran pemikiran hukum tentu tak akan kesulitan menempatkan penulis atau tokoh hukum Indonesia dan mengkaji pemikirannya secara holistic dan dikaitkan dengan perkembangan dan realitas aliran pemikiran hukum diatas. Bagaimana menempatkan kajian terhadap pemikiiran sosiologis Prof. Sacipto Rahardjo, pemikiran realismenya Prof. Jimly As’sidiqie, pemikirannya hukum murni versi Prof. Muladi atau Prof Barda Nawawi, kemudian di kaitkan dengan konteks persoalan hukum di Indonesia, mulai dari perubahan konstitusi, perubahan peraturan perundang-undangan, peristiwa sengketa hukum dan fenomena yang lain. Ke semuanya itu akan menjadi hasil karya yang menarik untuk disimak dan mencerahkan untuk di baca oleh semua kalangan tanpa batas.


2 komentar:

Anonim mengatakan...

NGAMUK TENAN AKU...SEMINGGU BERDIAM DIRI DI KOS GAK ADA KERJAAN, TULISAN INILAH PELAMPIASANKU. HA HA HA...
BESOK MAU KERJA, TAPI MASIH MALES, PENGEN MENIKMATI HIDUP DENGAN "ENJOY AJA"........................PILGUB JATENG MENANG BIBIT, MASSA-NYA ARAK-ARAKKAN MERAYAKAN KEMENANGAN DENGAN YEL-YEL "BIBIT UNGGUL", "BIBIT UNGGUL". Ha ha ha. Fenomena politik yang nyata dan lucu

Anonim mengatakan...

Bibit unggul? ah yang bener...waktu yang kan buktikan hwa hahahaha...tak tunggu kau di bukit tengkorak !!! hw3ahahahahh...

wong bibit pas di acara perdana debat di TV one aja gak bisa menjawab pertanyaan dari panelis kok jadi gubernur???? dunia sudah terbalik-bolak....sudah kulawik...

mending kamu aja luk yang jadi gubernurnya...