online degree programs

Selasa, Juni 24, 2008

OKKa Itu Perlu!!!

Okey saya sebagai mantan mahasiswa yang setidaknya pernah menjadi panitia OKKa, dan setidaknya sebagai yang merasa selalu memperjuangkan intelektualisme di kampus, termasuk kritisisme, kedewasaan, etika, norma, nasionalisme merasa perlu memberi sumbang saran untuk masalah ini, ...

Kita sampai sekarang selalu diajari untuk berpikir holistik, komprehensif, radikal (sampai ke akar masalah), substansial, tak sekadar partikular, namun pada kenyataanya pembelajaran dan sistem serta kultur di kampus membentuk kita untuk selalu berpikir sempit, parsial, dan bukan hal yang substansial. Padahal masalah takkan pernah selesai jika dilihat sebagai masalah parsial saja, penyeleseian mesti menyeluruh dan ini mestinya berangkat dari hal substansial yang melandasi dan menyebabkannya.

Panitia berbuat kekerasan, militeristik, materialistik, tidak menyentuh pengenalan akademik, intelektual, itu memang satu masalah yang mungkin menjadi alasan diambilalihnya OKKa oleh pihak kampus. Namun mesti disadari bersama bahwa ada sebuah masalah besar yang mesti ditangani oleh segenap civitas akademika di kampus, yakni lunturnya nasionalisme, hedonisme, kultur bebas, orientasi kerja an sich, mandulnya intelektualisme, jeratan neoliberalisme, dangkalnya ideologi mahasiswa, ancaman ideologi dan kepentingan politis sektarian masuk kampus, kampus dan pengetahuan sekadar jadi komoditas dagang, elitisme pendidkan, dan masalah-masalah besar lainnya.

Masalah inilah yang dihadapi calon mahasiswa ketika ia nanti menjadi mahasiswa. Istilah yang diambil birokrat Unnes sekarang adalah program pengenalan akademik (PPA) klo gak salah, pertanyaan saya...apakah cukup mahasiswa dikenalkan hanya pada satu dimensi kehidupan perkuliahan, yaitu dimensi akademik saja. Apa tanggungjawab sosial, intelektual, dan politik mahasiswa bisa didapatkan dari pahamnya ia akan dimensi akademik? Apakah sensitivitas sosial dapat diasah dari diktat-diktat akademik? Apakah loyalitas pada almamater, kekeluargaan dengan kakak kelas, kehangatan sosial dengan dosen dan segenap civitas akademika kampus lain dapat terbangun dari doktrin-doktrin akademik? Apakah adaptasi dan rasa memiliki almamater dapat diindoktrinasikan secara akademik? Apakah untuk membangkitkan rasa nasionalisme sebagai anak bangsa yang mulai luntur ini dapat dengan pengenalan akademik saja? Apakah untuk mengikis kultur bebas dan hedonisme cukup dengan petuah-petuah akademik? Apakah fenomena mentalitas mahasiswa untuk menjadi sekadar pekerja dapat dikikis dengan mantra-mantra akademik? Apakah mahasiswa dapat disulap seketika menjadi intelek dengan orientasi akademik? Apakah mahasiswa akan tahu peta dan jerat neoliberalisme dari ajaran-ajaran akademik? Apakah mahasiswa akan tahu bahwa mereka menjadi incaran dan mangsa dari kekuatan dan kepentingan ideologis sektarian masuk kampus via khotbah-khotbah akademik? Apakah mahasiswa akan tahu pendidikan sekarang hanya jadi sekrup kecil dari roda besar kapitalisme melalui ceramah akademik? Apakah Kehidupan Kampus itu hanya dimensi akademik?

Bagi saya, dimensi akademik saja tidak pernah akan cukup menjadikan mahasiswa sepenuhnya mahasiswa!

Mungkin birokrat Unnes jika saya husnudzon, mungkin hanya melihat bahwa kelemahan mahasiswa adalah intelektualisme, maka yang diberikan pada mahasiswa baru adalah intelektualisme. Ini jelas keliru besar, karena masalah mahasiswa tidak hanya intelektual, apalagi ketika intelektualisme direduksi hakikat maknanya sekadar menjadi dimensi akademik saja. Ibarat sebuah keranjang buah yang isinya apel, jeruk, pir, anggur, dan ketika anggurnya busuk, bukannya membuang keranjangnya dan mengganti dengan keranjang kecil yang isinya hanya apel! Dus, yang dibuang adalah tradisi militeristik di OKKa, materialisme dalam meminta pungutan pd mahasiswa, dan penugasan yang mubazir, bukannya menghilangkan OKKa. Eh...sudah begitu menggantinya dengan hanya memberikan materi akademik yang hanya mengasah pemahaman awal soal kampus terutama bidang akademik saja. Jelas sekali di sini yang dilihat hanya masalah parsial dan penyelesaiannya pun parsial. Ironis juga ketika yang diberikan hanya bidang akademik kampus, namun yang memberikan adalah mereka yang memiliki dan turut membangun kultur akademik tidak sehat, kultur yang sama sekali dari gairah intelektualitas, bagaimana bisa menggugah mahasiswa jika begitu? Jika begitu mahasiswa kita betul-betul bagaikan dijadikan keledai dengan tutup mata yang hanya tahu jalur akademik, tidak tahu lainnya.

Bagi saya, militerisme di OKKa, materialisme di OKKa, minimnya penanaman dimensi intelektual, dan masukknya kepentingan ideologis yang start mulai OKKa adalah salah!!! Tapi ini lebih salah lagi dengan PPA, mahasiswa menjadi buta sensitivitas sosialnya, tidak tahu mereka jadi mangsa ideologi sektarian, tak terurus rasa naisonalismenya, ....

Edi Subkhan, dengan pertanggungjawaban penuh atas isi tulisan ini!!!

4 komentar:

Anonim mengatakan...

Good Job! Horas....

Anonim mengatakan...

ni saya mau curhat mas edi,,

dalam beberapa kali kesempatan (rapat BEM) sudah saya katakan tentang hal lain, jangan hanya OKKAsentris, tetapi ya itu, tidak digubris!!

Anonim mengatakan...

jika ini dikaitkan dengan NKK,
Indonesia adalah negara yang terluka karena ulah mahasiswa. setidaknya ada 2 rezim kekuasaan yang telah digulung oleh aksi mahasiswa;sukarno dan suharto.. kalo mungkin ini ketakutan yusuf kalla tentang hal tersebut, yang juga menginginkan (merencanakan) pendidikan seperti pabrik itu, dia justru mengulangi kesalahan sama yang telah terlakukan sebelumnya!

pembatasan dan pembelengguan hanya akan melahirkan wiji(2x) thukul baru yang mungkin justru lebih "menohok dan subversif"

dan kita harus sedikit lebih pintar dari yusuf kalla, untuk tidak hanya meniru. jika pada akhirnya tetap memilih jalan semacam wiji thukul, maka telah siap dengan segala kemungkinan konsekuensinya!

Anonim mengatakan...

Jika memang benar keyataannya demikian, organisasi intra seperti BEM, HIMA dan semacamnya benar2 sudah tidak akan dapat diandalkan.. benar2 sudah dipangku (dlm aksara jawa, jika ada karakter yang di pangku berarti ya 'mati').

mungkin peran lembaga ekstra, perkumpulan-perkumpulan, komunitas-komunitas, dan gerakan disekitar sistem (dan bebas dari sistem) akan semakin besar mengambil alih semangat dan gerak perjuangan..

tetapi tidak berhenti sampai di situ...