Pengantar
Beberapa waktu lalu di situs ini dan Akal &Kehendak terjadi perdebatan pro & con mengenai pasar bebas dan sosialisme. Kebetulan kami di EOWI (Ekoomi Orang Waras dan Investasi) sedang mengisi topik minggu ini dengan topik Kondratieff Cycle – phase winter K. Pada periode ini mood masyarakat cenderung mengarah ke sosialisme. Kami disini akan memberi contoh kegagalan sistem sosialisme. Oleh sebab itu kami menawarkan pengelola A&K dan Komunitas Embun Pagi untuk cross-posting artikel ini. Ada sedikit perbedaan di kata pengantarnya dan renungan. Hal ini untuk menyesuaikan dengan warna masing-masing situs.
SOSIALISME SISTEM YANG GAGAL – SEBUAH KASUS DI ZIMBABWE
Keadilan Sosial – Prinsip Yang Paradok
Pertengahan Agustus 2008 lalu, pada final pemilihan Putri Indonesia, pemandu acara mengajukan sebuah pertanyaan kurang lebih seperti ini: “Kenapa mukadimah UUD 45 tidak diubah pada saat amandemen UUD 45 tahun 2002?”
Tiga finalis menjawab kurang lebih sama yaitu bahwa mukadimah UUD 45 sudah sempurna dan mengandung Pancasila yang merupakan cerminan kepribadian bangsa Indonesia. Jawaban mereka seperti beo yang diajari menghapal buku sejarah kebangsaan atau kewarganegaraan (dulu disebut civic). Mereka tidak tahu bahwa pada Pancasila banyak terdapat ketidak jelasan. Misalnya sila ketuhanan yang maha esa. Apa maksud maha esa, apakah tuhan itu 1,000000 dan bukan 1,00598? Esa merujuk pada angka 1 (satu). Kalau maha esa berarti paling satu, tentu saja salah. Kata satu tidak mempunyai pengertian gradasi (yang bertingkat-tingkat). Tidak ada kata paling satu atau tidak terlalu satu. Kalau esa artinya 0,999997 artinya bukan satu dan kalau 1,0000923 juga bukan satu. Kalau Moh. Yamin atau Sukarno masih hidup, bisa ditanyakan apa maksud maha esa itu.
Keadilan sosial secara logika adalah paradoks. Adil tidak bisa disatukan dengan sosialisme. Mari kita buktikan. Adil artinya: “ada korelasi antara usaha dan hasil”. Kalau anda menanam padi, memelihara dengan baik, kalau tidak ada hama dan force majure, maka anda akan memanen padi anda, dan bukan jeruk. Pada sistem sosialis tidak demikian. Antara usaha dan hasil tidak ada kaitannya. Misalnya, salah satu prinsip sosialime adalah pemerataan kesejahteraan, pemerataan kekayaan, persamaan kesempatan, sama sekali berlawanan dengan keadilan. Orang yang rajin dan cerdas berusaha maka dia akan memperoleh kesempatan yang lebih besar dari pada yang malas dan bodoh. Orang yang berkerja dengan giat dan cerdas akan memperoleh jenjang karier dan kenaikan pangkat yang lebih cepat, uang yang lebih banyak, dsb. Itu akan ditekan di sistem sosialisme. Pemerintah akan merampas sebagian hasil keringat orang yang giat, rajin dan cerdas bekerja dengan alasan pemerataan dan kemanusian, melalui pajak progresif atau lebih ekstrim lagi penyitaan.
Alam ini adil. Demikian fitrahnya. Kalau anda menanak beras, jadinya nasi atau bubur dan tidak mungkin..... kadang berlian, kadang emas atau kadang tahi kucing. Ini adalah hukum alam. Usaha-usaha yang dasarnya menyimpang dari hukum alam ini, pasti gagal. Tujuannya tidak tercapai. Jika tujuan sosialisme adalah untuk memakmuran bersama, maka niscaya akan gagal. Kalau penguasa menghukum orang yang produktif dengan merampas hasil keringatnya, ini merupakan disinsentif untuk bekerja lebih produktif. Kalau dengan bermalas-malasan bisa hidup enak, kenapa mesti capek? Bila kultur ini tumbuh, maka masyarakat secara kolektif tidak produktif dan melarat.
Jadi apakah mukadimah UUD 45 sempurna? Paling tidak ada 2 hal yang harus diperbaiki. Ganti kata maha esa menjadi esa dan kata keadilan sosial menjadi keadilan.
Zimbabwe Kasus yang Terbaru
Sosialisme kadarnya bermacam-macam. Ada yang ringan seperti penerapan pajak progresif dan ada yang ekstrim sampai pada menyitaan harta orang kaya untuk dibagikan kepada orang miskin dan nasionalisasi. Zimbabwe adalah kasus yang terakhir yang menerapkan sosialisme secara ekstrim. Dan hasilnya malah menambah kemelaratan.
Sebelum menjadi Zimbabwe yang sekarang Zimbabwe dikenal sebagai Rhodesia Selatan sebuah negara yang menerapkan apartheid. Perdana mentri kulit putih terakhir adalah Ian Smith yang turun tahun 1979. Pada jaman-jaman itu, Rhodesia adalah lumbung pangan Afrika bagian selatan yang makmur. Tanah pertaniannya dikelola oleh petani-petani atau dengan bahasa yang sinisnya tuan-tuan tanah adalah orang kulit putih. Orang kulit hitam banyak yang menjadi buruh tani.
Sejalan dengan pergantian nama Rhodesia menjadi Zimbabwe tahun 1979, peran orang kulit putih berkurang. Tahun 1980 Mugabe naik memimpin Zimbabwe.
Kecemburuan sosial antara kaum putih dan hitam yang mungkin sudah ada sebelumnya, mungkin juga diciptakan, pada masa pergolakan menjadi terbuka bagi penjarahan kekayaan. Isu tanah muncul kembali. Zanu, partai yang berkuasa menyebutkan bahwa 70% dari tanah yang diusahakan secara komersial dikuasai oleh kaum putih yang jumlahnya hanya 1% dari populasi. Dan pada tahun 2000 Robert Mugabe mulai menjarahi tanah-tanah pertanian milik orang putih yang produktif dan terampil untuk dibagikan kepada orang hitam yang tidak mampu mengolah tanah alias tidak cakap. Akibatnya produksi pangan jatuh. Mugabe dan gengnya yang berwawasan sosialisme berpikir bahwa bertani dengan baik bisa dilakukan oleh semua orang. Tetapi nyatanya tidak. Zimbabwe yang dulunya terkenal sebagai eksportir bahan pangan untuk negara-negara sekitarnya mengalami krisis pangan sampai sekarang. Singkatnya, bagi Zimbabwe sosialisme adalah jalan dari eksportir pangan ke krisis pangan dan kelaparan dalam masa kurang dari 5 tahun.
Walaupun hanya 4000 petani kulit putih yang dizalimi karena tanahnya dibagi-bagikan kepada kaum kulit hitam, tetapi dampaknya adalah peningkatan tingkat pengangguran sampai 80%. Mayoritas yang kena dampaknya adalah orang kulit hitam yang katanya mau dimakmurkan. Untuk membiayai pemerintahannya Mugabe mencetak uang seakan tidak ada hari esok. Hiperinflasi memanggang Zimbabwe. Tahun 2008 mencapai 11.2 juta % atau 11,200,000%. Denominasi uang kertas yang beredar makin banyak nolnya. Yang terakhir adalah pecahan Z$100,000,000,000 (100 milyar dollar Zimbabwe). Sangking parahnya inflasi, sampai-sampai pemerintah tidak mengumumkan lagi tingkat inflasi ini dan pecahan uang Z$100 milyar ditarik dari peredaran. Krisis demi krisis berlangsung. Pemerintahannya menjadi sangat represif. Banyak warga Zimbabwe mengungsi ke negara-negara tetangganya.
Krisis pangan di Zimbabwe termasuk yang paling parah dalam peradaban manusia. Life expectancy, harapan hidup rakyat Zimbabwe turun dari 60 tahun menjadi 37 tahun saja. Angka yang paling rendah di dunia. Ini terjadi di negara yang dulunya eksportir pangan. Jaman apartheid lebih baik dari pada jaman kesetaraan warna kulit!!!!!
Ringkasnya: Diawali dengan rasa iri yang terpendam dan bisa dieksploitasi terhadap sukses kaum produktif yang berkulit putih. Ini dianggap sebagai isu atau problem yang harus diselesaikan. Politikus kemudian memanas-manasi dengan isu ketimpangan kemakmuran dan memberi impian pemerataan kemakmuran melalui landreform paksa. Ketidak-bijaksanaan (campur tangan di bidang ekonomi) dilakukan. Asset berpindah secara paksa dari kaum produktif ke kaum kurang terampil baik dari kalangan kroni birokrat atau rakyat biasa. Akibatnya banyak tanah menjadi tidak produktif dan akhirnya terjadi krisis pangan. Ini merupakan problem baru sedangkan problem lama – yaitu membuat kaum kulit hitam lebih makmur, belum selesai, bahkan semakin parah.
Pemerintah kemudian melakukan ketidak-bijaksanaan lagi, mencetak uang untuk membiayai proyek-proyek pengentasan kemiskinan. Akibatnya terjadi inflasi 2.2 juta% sampai 11.2 juta% per tahunnya di tahun 2008 (tidak tahu berapa angka pastinya, pokoknya tinggi sekali). Ini problem baru lagi bagi rakyat Zimbabwe (tetapi bukan bagi politikus yang hidup enak). Dan problem lama belum selesai, bahkan bertambah parah. Jaman apartheid lebih makmur dari pada jaman kesetaraan warna kulit!!!!!
Sosialisme biasanya bersemai tidak hanya karena ketimpangan ekonomi, lebih utama karena krisis ekonomi. Selanjutnya krisis ini membuat jurang dan tekanan penderitaan ekonomi yang kemudian melahirkan gerakan sosialisme. Kambing hitam harus diciptakan. Tetapi gerakan sosialisme tidak akan memperbaiki keadaan. Birokrasi dan politikus, akan berlagak sebegai dewa penyelamat dalam suatu krisis dan problem. Tetapi campur tangan birokrasi dan politikus akan melahirkan krisis yang lain.
Rasa keingin-tahuan saya terusik untuk mengetahui bagaimana kondisi winter K dua siklus sebelumnya yang dimulai tahun 1870an. Ini yang saya peroleh dari Wikipedia tentang partai Populist di US:
The Populist Party grew out of the agrarian revolt that rose to the collapse of agriculture prices following the Panic of 1873. The Farmers' Alliance, formed in Lampasas, TX in 1876, promoted collective economic action by farmers and achieved widespread popularity in the South and Great Plains. The Farmers' Alliance was ultimately unable to achieve its wider economic goals of collective economic action against brokers, railroads, and merchants, and many in the movement agitated for changes in national policy. By the late 1880s, the Alliance had developed a political agenda that called for regulation and reform in national politics, most notably an opposition to the gold standard to counter the deflation in agricultural prices.
Kalau memang ekonomi sudah memasuki winter K, maka tidak lama lagi kita akan menyaksikan gerakan sosialisme dalam skala yang lebih besar dari Zimbabwe. Pemerintah US melakukan penyelamatan terhadap penghutang yang tidak mampu bayar. Nasionalisasi Freddie Mac dan Fannie Mae, nasionalisasi bank-bank yang kolaps. Tetapi ini adalah perampokan para penabung untuk dihadiahkan kepada para penghutang yang sebenarnya tidak layak menikmati apa yang mereka nikmati. Mungkin tidak hanya US, tetapi juga Inggris, Spanyol, Indonesia, dan lainnya.
Akhir kata, sangat ironis bahwa di Zimbabwe, jaman apartheid, kaum kelas bawah yang berkulit hitam lebih makmur dari jaman persamaan derajat, walaupun setelah kekayaan para kapitalis kulit putih dibagi-bagikan kepada kaum kelas bawah ini. Ironis juga kalau Cina mengalami pertumbuhan yang pesat setelah sosialisme dilonggarkan menjadi kapitalis. Ironis juga Russia lebih makmur dan menelorkan banyak milyuner (US dollar, bukan rupiah dan juga bukan Zimbabwe dollar) setiap tahunnya setelah Uni Soviet yang sangat sosialis runtuh. Mungkin UUD45 pasal 33 ayat 2 harus dihapus supaya ada insentif bagi pelaku ekonomi untuk berkiprah di domain yang vital bagi hajat hidup orang banyak sehingga supply nya lebih banyak. Mungkin UU ketenaga-kerjaan dihapuskan saja, supaya lebih banyak orang berani berinvestasi dan memberi lapangan kerja sehingga terjadi kompetisi diantara majikan untuk memperoleh buruh (ini menguntungkan buruh).
Jakarta 5 September 2008
6 komentar:
Kutipan:
"Diawali dengan rasa iri yang terpendam dan bisa dieksploitasi terhadap sukses kaum produktif yang berkulit putih. Ini dianggap sebagai isu atau problem yang harus diselesaikan. Politikus kemudian memanas-manasi dengan isu ketimpangan kemakmuran dan memberi impian pemerataan kemakmuran melalui landreform paksa. Ketidak-bijaksanaan (campur tangan di bidang ekonomi) dilakukan. Asset berpindah secara paksa dari kaum produktif ke kaum kurang terampil baik dari kalangan kroni birokrat atau rakyat biasa. Akibatnya banyak tanah menjadi tidak produktif dan akhirnya terjadi krisis pangan."
Semoga sang waktu tidak menjawab demikian. Dan seperti doa saya pada artikel sebelumnya: "semoga sang waktu akan berpihak pada kebenaran".
Begitu hebatnya rasa iri dapat menghancurkan dunia...
waktu memang telah menunjukkan kegagalan sosialisme (walaupun ada negara yang mengkalim sosialis dan berhasil, kalau saya memang meragukan itu).
Pun dengan liberalisme(kapitalisme, yang katanya sekarang memasuki akhir kejayaannya) dalam keterbatasan saya, pun telah menguatkan perbedaan kelas (pemodal dan buruh). dan lebih banyak gagal daripada berhasilnya...
apalagi alternatif berselingkuh dengan kekuasaan.
alternatif lain?
Pak Hariz,
Baik free market capitalist (laisez-faire) atau sosialisme bukan jalan menuju kemakmuran. System tidak menciptakan kemakmuran. Yang menciptakan kemakmuran adalah kerja yang giat, kreatif dan inovatif. Pada sistem sosialisme, ada disinsentif untuk orang-orang rajin, kreatif dan inovatif. Sedangkan pada sistem laisez-faire, tidak. Jadi laisez-faire yang mendekati sistem yang adil hanya membuka pintu ke arah kemakmuran, bukan membawa kepada kemakmuran.
Padi tidak tumbuh, minyak tidak keluar, nikel tidak menjadi logam,....karena free market kapitalis, tetapi karena ada orang yang mengerjakannya. Alam itu adil dan konsisten. Jangan harap makmur kalau malas, tidak kreatif dan tidak inovatif.
Saya sangat tidak sepakat dengan judul dalam artikel ini. Merupakan sebuah kekerasan berat misalnya kita membuat perdilan kebenaran terhadap suatu paham. Sosialisme tak hanya menjadi sistem saja, tapi lebih dari itu, keberadaannya oleh sebagian kalangan merupakan nilai-nilai keadilan dan idealisme.
Kegagalan sistem tidak semata-mata kegagalan konsepsi dan kerangka teoritis sistem yang bersangkutan, namun lebih dominan individu-nya yang patut dipersalahkan. Kita tidak bisa men-generalisasikan suatu kebenaran atas sedikit kesalahan yang nampak.Misalnya saja Uni Sovyet runtuh karena memang Gorbachev tak kuasa atas kesetiaan pendahulunya pada Karl Mark, dengan ragu-ragu dia membuka sistem perekonomian menyerupai pasar bebas yang tidak konsisten dengan sistem sosialis, maka hancurlah uni sovyet bukan karena sosialis tapi karena kapitalis.
Luluk: Kegagalan sistem tidak semata-mata kegagalan konsepsi dan kerangka teoritis sistem yang bersangkutan, namun lebih dominan individu-nya yang patut dipersalahkan.
IS: Sosialisme secara fitrah memberikan disinsentif terhadap pekerja yg kreatif, inovatif dan rajin. Jadi secara fitrah akan gagal mencapai tujuannya, yaitu kemakmuran.
Luluk: Misalnya saja Uni Sovyet runtuh karena memang Gorbachev tak kuasa atas kesetiaan pendahulunya pada Karl Mark, dengan ragu-ragu dia membuka sistem perekonomian menyerupai pasar bebas yang tidak konsisten dengan sistem sosialis, maka hancurlah uni sovyet bukan karena sosialis tapi karena kapitalis.
IS: Uni Soviet tidak pernah makmur sepanjang berdirinya. Teknologinya boleh tinggi, tetapi kemakmuran tidak. Runtuhnya Uni Soviet karena beban ekonomi yang terlalu berat akibat ekspansi dan campur tangan di Afganistan dan lain-lain tempat. Kaum laisez-faire tidak mau perang, karena perang bersumber dari bentuk pemaksaan.
Posting Komentar