Entah kutipan ini bermanfaat atau tidak, menurut saya, paragraf ini adalah kata-kata paling menusuk ketika saya dulu meminati filsafat:
Dalam hal praksiologi, kekeliruan para filsuf tersebut disebabkan oleh ketidaktahuan mereka sama sekali terhadap ilmu ekonomi dan seringkali karena pengetahuan mereka akan sejarah, dan hal ini cukup mengejutkan, tidak memadai. Di mata para filsuf ini isu-isu filosofis ini harus diperlakukan oleh sebuah profesi yang subklim dan agung, dan tidak boleh diberikan pada jenis pekerjaan tingkat rendah. Profesor akan merasa gusar akan fakta bahwa penghasilannya dihasilkan dengan cara berfilosofi; ia akan tersinggung dengan pemikiran bahwa ia mencari uang seperti artisan dan pekerja di ladang. Persoalan-persoalan moneter dianggap sebagai hal buruk, dan filsuf yang melakukan investigasi terhadap persoalan-persoalan utama tentang kebenaran dan nilai-nilai abadi tidak seharusnya mengotori pikiran dengan memperhatikan masalah-masalah ilmu ekonomi.
Dan juga setelah saya sedikit membaca tentang 'Teori Kritis'. Saya merasakan adanya arogansi di sana. Menurut saya, paling mudah menggugurkan bangunan ilmu setelah si penulis meninggal. Atau membangun tesis baru setelah tesis lama dirasa telah 'usang'.
Apakah kata-kata Mises tersebut merupakan bentuk feodalisme dalam ilmu pengetahuan?
ttd. Giy
Dan juga setelah saya sedikit membaca tentang 'Teori Kritis'. Saya merasakan adanya arogansi di sana. Menurut saya, paling mudah menggugurkan bangunan ilmu setelah si penulis meninggal. Atau membangun tesis baru setelah tesis lama dirasa telah 'usang'.
Apakah kata-kata Mises tersebut merupakan bentuk feodalisme dalam ilmu pengetahuan?
ttd. Giy
7 komentar:
Bukankah kata-kata Mises itu juga sebentuk arogansi dari disiplin ekonomi? Kang Gik mungkin perlu menyadari kembali konteks sejarah Mises dan kondisi para filsuf dahulu dan kondisi serta konsepsi dari teori-teori kritis sekarang. "Di rasa telah usang" sya pikir tak segampang membalik telapak tangan, tetep ada argumentasi yang memadai untuk "menggugurkannya". Bagi saya, kata-kata Mises itu sudah jamak diungkap oleh para teoritis kritis periode awal smapai sekarang, jadi ya maaf saya gak heran, tapi cukup heran kenapa Kang Gik merasa ada yang lebih "wah" dalam kata-kata Mises itu???
Saya tidak menganggapnya kutipan di atas "wah", ya barangkali kutipan di atas dapat "bermanfaat". Saya memiliki pengalaman org2 di sekitar yg sering "merasa sudah wah" setelah belajar filsafat. Sehingga dia menganggap dunia di luar pikirannya menjadi "buruk". Dan lupa ternyata dia sebenarnya masih hidup di bumi, bukannya di "langit-langit gagasannya". Saya kira, kritik ini sering saya lontarkan untuk org2 di sekitar saya yg saya "sayangi", walaupun kadang-kadang bermanfaat untuk pengingat saya pribadi. sehingga niatan kita menulis bukan untuk hal yg lain-lain kecuali kegiatan sosial/pendidikan untuk penyebaran 'kebenaran ilmu'. Bukan kekuasaan, popularitas, kepentingan sesaat, cari point untuk naik jabatan seperti akademisi-akademisi itu, atau malah untuk menghasut sebagai alat kepentingan-kepentingan politik bagi dirinya sendiri...
Kutipan di atas cuma pengingat bagi mereka-mereka itu, dan barangkali saya sendiri. Sekali lagi tidak ada anggapan "wah" ataupun berniatan menjatuhkan teorinya. Yg saya tahu, Mises termasuk murid dari tokoh besar yaitu Menger (yg juga mempunyai guru2 besar sebelumnya) Mises juga mempunyai murid2 besar lainnya (Rothbard), dan Rothbard memiliki murid besar yg sekarang masih hidup yaitu Prof Hoppe dsb...
Yang perlu dipelajari dari tradisi mereka adalah "tradisi membangun teori yg kokoh" yg sebagian besar sudah saya tulis dengan contoh2 sederhana dari "Getuk sampai Ikan Lele". Itu semua adalah hasil usaha keras mereka dalam membangun tradisi ilmu yg bermartabat. Bukannya untuk kesombongan pribadi...
Salam
Amien...Kang Gik, semoga ungkapan Kang Gik ini dari lubuk hati yang terdalam dan nantinya akan tercermin dari argumentasi-argumentasi Kang Gik yang lebih baik daripada sebelumnya, yakni dengan mengedepankan upaya mengungkap kebenaran dengan tanpa arogansi keilmuan dan seolah-olah sok...hehehe...
salam
ya, hanya waktu yg menjawab...
juga semoga sang waktu akan berpihak pada kebenaran...
Dan saya agak janggal dalam penutup km dalam tulisan "celana boxer".:
"kebenaran-kebenaran “baru” atau “yang lain”."
Kebenaran baru?
wong postulatnya aja berbeda. Bagaiamana bisa berdialog?
Justru karena berbeda maka ada dialog, klo sama ngapain dialog....hehehe, jangan mengada-ada dech....
Posting Komentar