online degree programs

Sabtu, April 11, 2009

Pemerintahan Desa Ketinggalan Jaman


Pemerintahan Desa Ketinggalan Jamanemerintahan Desa Ketinggalan Jaman

Tak bisa ditampikan bahwa pemerintahan desa ketinggalan informasi, dan memang semakin tertinggal. Ah, dasar orang desa, ya memang terbelakang. Masa orang desa dibandingi orang kota. Ndeso!!!! Serius sedikit ach....Jadi begini kawan-kawan, bacalah tulisanku yang serius ini.

Pemerintahan Desa hendaknya sesuai dengan kebutuhan masyarakat desa. Oleh karenanya, prinsip pemerintahan desa yang baik perlu di rekonstruksi, bagaimana memanisfestasi sistem dan struktur desa berdasarkan kondisi sosio-kultural masyarakat desa. Hasil konstruksi inilah yang dipakai dalam merumuskan prinsip pemerintahan desa yang baik, tidak sebagaimana prinsip pemerintahan pada umumnya (the ordinary principle of good governance), desain pemerintahan nasional atau pemerintahan a la Barat. 1

Di era keterbukaan, globalisasi kehidupan sosio-politik hampir selalu menuntut banyak perubahan. Perubahan paradigma, menjadi struktur feodal ke elemen demokratis yang lebih memanusiakan manusia. Sehingga struktur di semua tingkatan sudah seharusnya sesuai dengan kondisi manusia baik secara individu maupun kelompok. Postulat demokrasi menciptakan komitmen antar-pranata atau institusi untuk melayani masyarakat.

Proses demokrasi sangat memungkinkan peningkatan secara prinsipil komitmen lembaga untuk membuka keran lebar-lebar bagi peran masyarakat.2 Dengan demikian elemen pelayanan bisa berjalan secara responsif dan menjawab persoalan kehidupan masyarakat.3 Sebab, inti dari demokrasi itu sendiri adalah partisipasi.4 Sehingga, jika di kaitkan dengan konteks pembaharuan struktur desa, partisipasi masyarakat desalah yang menjadi keutamaan.

Kelayakan pelayanan publik pemerintahan desa merupakan problem masyarakat desa yang bisa di atasi dengan modal sosial. Modal sosial5 masyarakat desa dapat diyakini sebagai instrumen yang paling ampuh untuk menanggulangi masalah-masalah kemasyarakatan, layak untuk kembali didiskursuskan di sini. Sebab di dalam rejim itulah, integritas sosial masyarakat desa yang masih kuat dapat dijadikan investasi sosial dalam membangun sistem pemerintahan desa yang lebih baik dan responsif. Dari desalah iklim kekeluargaan, gotong royong, kolektivisme komunal, dan sebagainya itu masih berlangsung dengan baik.

Desa sudah selayaknya ditopang dengan pemerintahan yang bekerja secara pos-biroktarik. Pos-birokratik adalah sistem kekuasaan yang berjalan melampaui tipe organisasi tradisional dan birokratis.6 Ia berjalan berdasarkan orientasi dan tujuan, bukan pada sistem, prosedur, dan mekanisme yang justru melupakan tujuan di mana dibentuknya sistem-sistem itu.

Pemerintahan desa hendaknya menjawab segala macam perubahan, menyesuaikannya pada kondisi struktural yang melingkupinya.7 Tetapi pemerintahan desa juga tidak boleh terjebak dalam arus perubahan yang justru membuat struktur di dalamnya tidak sejalan dengan kebutuhan masyarakat setempat. Sehingga dalam menjadikan pemerintahan yang baik, selain mampu mengadaptasikan kondisi perubahan-perubahan yang ada juga masih mengemban nilai dan tradisi masyarakat desa.

Seperti halnya yang diungkapkan di atas, bahwa watak dasar masyarakat desa adalah komunalitasnya. Nilai solidaritas semacam ini murni tak bisa dikesampingkan dalam pembaharuan pemerintahan desa. Tipikal desa yang menyerupai paguyuban menentukan arah perkembangan maupun stagnanisasi masyarakat desa. Paguyuban menempatkan semua anggota masyarakat desa sebagai keluarga. Sehingga memperlakukannya bagai basis paling dasar dalam memanajemen lingkungan dan sumber daya manusianya, demi kepetingan keluarga bersama.

Dengan modal solidaritas sosial masyarakat desa, pembaharuan pemerintahan desa telah memiliki satu investasi berharga, yakni, partisipasi. Partisipasi warga dalam pembaharuan sangat menentukan validitas kesesuaian kebutuhan mereka dengan pembaharuan yang terjadi nantinya. Sebab partisipasi menciptakan refleksi terhadap harapan dan keinginan politik warga,8 kesadaran bernegara masyarakat,9 komunikasi yang sukses terjalin,10 dan relevansi proyeksi out put terhadap keinginan publik.11

Pemerintahan desa memiliki otonomi yang lebar. Sehingga memungkinkan modifikasi struktur dan fungsi di satu institusi tersebut. Modifikasi yang berdasarkan kehendak publik tentunya, bukan keinginan pejabatnya semata atau niatan penguasa struktural vertikal ke atas (Kepala Daerah). Projek otonomi desa sempat menjadi persoalan serius manakala hukum nasional tidak sesuai dengan tradisi dan kebudayaan lokal (kasus Desa vs Nagari). Tetapi kesempatan nampak pada ruang-ruang yang terbuka cukup lebar pada otonomi desa itu sendiri yang bisa memperoleh kemandirian.

Ruang tersebut terdiri dari lapangan yang disediakan pada wilayah hermeneutis teks12 dan pengembalian pada nilai dasar regulasi.13 Dua hal ini hendaknya tetap bertujuan penyesuaian struktur dengan kebutuhan dan kondisi sosio-kultural masyarakat. Pada wilayah hermeneutis teks, tafsir terhadap produk hukum yang mengatur pengelolaan desa hendaknya berbasis pada kearifan lokal, kebutuhan masyarakat, dan kondisi masyarakatlah yang didahulukan. Atau dengan kata lain, menafsirkan teks regulasi untuk dipergunakan kemanfaatan yang sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat desa. Pada pengaturan yang secara teknis, di mulaikah pencarian payung atau landasan yang lebih tinggi dari sekadar juklak dan juknis positivistik dan kaku. Pencarian payung atau landasan yang berorientasi pada keperluan dan kepentingan masyarakat desa tentunya.

Singkat kata, pambaharuan pemerintahan desa sudah selayaknya seiring dengan kepentingan nasional dan tuntutan global, tetapi tidak kemudian meninggalkan masyarakatnya. Meninggalkan masyarakatnya berarti menjadikan pemerintahan desa yang tidak efektif dan penuh dengan kesan pemaksaan. Sehingga bisa saja ini memunculkan konflik vertikal maupun horisontal.14 Baik konflik yang timbul antara pemerintahan desa dengan masyarakatnya, 15 ataupun antarmasyarakat yang disebabkan ketidak-berdayaan pemerintahan desa meredam spiral konflik. 16


1 Prof. Dr. G.H. Addink, 2001, General Principles of Good Governance Under General Administrative Law Act (GALA), Utrecht University, hlm. 12. Pemerintahan Eropa barat pada masyarakat pos-industrial lebih banyak melakukan pembaharuan dengan basisi ilmu pengetahuan dan teknologi dan penghormatan yang berlebih-lebihan pada hak milik pribadi.

2 Laurence Whitehead, 1989, “The Consolidation of Fragile Democracy”, dalam Robert Pastor (ed.), Democracy in the Americas, (New York : Holmes), hlm.30.

3 Andreas Schedler, 1998, “What is Democratic Consolidation?”, Journal of Democracy, No. 2.

4 James A Gould. 1971. Classic Philosophical Questions. Columbus. Ohio. p. 502. Democracy and Educational Administration sebuah buku yang dikarang oleh John Dewey (1937) menegaskan bahwa esensi demokrasi adalah partisipasi politik dan perebutan kekuasaan yang damai. Democracy is more than a special political form; it allows the necessary participation of every mature human being in the formation of the values that regulate a peaceful society.

5 Roger Cotterrel.1981. Sociological Perspectives on Law Volume I Classical Foundations. University of London. United Kingdom. p. 246. Bukunya yang termasyur The Devision of Labour in Society, Emile Durkheim mengenalkan konsepsi solidaritas yang banyak di pakai dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, khususnya ilmu-ilmu sosial. Tak ada salahnya mengingat dan mempertautkan konsepsi ini di wilayah politik, sebagai sebuah optik yang bisa menerjemahkan dan menjawab persoalan yang ada di lingkup dunia politik. Terutama konsepsi tentang solidaritas, di dunia politik kecenderungan elit politik membuat banyak kesamaan, atau dengan bahasa lain meng-homogenitis-kan masyarakat, baik melalui pengusahaan warna partai/ kepentingan sesuai atau sama dengan karakteristik masyarakat, atau memaksakan karakteristik masyarakat agar sama dengan warna partai, semuanya itu merupakan sebuah cermin yang merefleksikan keberadaan masyarakat primitif yang memperlihatkan solidaritas mekanik. Solidaritas mekanik adalah standar relasi yang diciptakan sebuah komunitas tradisional bahkan primitif yang disebabkan oleh dorongan homoginitas dan kesamaan yang tumbuh sebelumnya. Dengan kata lain, solidaritas mekanik mensaratkan kesamaan, manusia dianggap sama semuanya, dan hanya ada satu kepentingan bersama atas kesamaan yang permanen. Berbeda dengan solidaritas organik di tubuh masyarakat modern, yang melahirkan sebuah kontrak sosial di atas perbedaan yang muncul dalam masyarakat. Perbedaan memang tak bisa dihindarkan di dunia ini, sehingga konsepsi yang kedualah bagi Durkheim dipercayai sebagai gagasan yang perlu direalisasikan.

Mechanical solidarity birth people who are alike those who live in simple societies and share similar values and activitas. Organic solidarity is glue that birth people who are different from are another but who need to find a way to live together in complex modern societies.

6 Philip Nonet&Philipe Selznick. 1978. Law&Society in Transition: Toward Responsive Law. Penguin Book. London. p. 19. Nonet dan Selnick percaya bahwa di dalam metamorfosis organisasi baik pemerintah maupun masyarakat selalu mengalami perkembangan ke arah yang lebih baik. Tahap pertama merupakan paruh waktu di mana organisasi masih memiliki tipe pra-birokrasi, sistem-sistemnya dijalankan dengan pertimbangan dan pembagian tidak begitu jelas. Sedangkan menuju ke tahap birokrasi yang kaku dan proseduralistik, kemudian tahap terakhir tipe pos-birokrasi.

7 Theda Skocpol, 1994, Social Revolutions in The Modern World, (Cambridge : Cambridge University Press). p. 17. Perubahan tidak hanya berakar pada perubahan paradigma di dunia sains ataupun gerakan sosial kemasyarakatan, melainkan perubahan struktur-struktur negara sesuai dengan kondisi zamannya.

8 Robert Dahl, 1977, Modern Political Analysis, (New Delhi : Prentice Hall of India Private Ltd.), hlm. 29.

9 Jeffry M. Paige, 1971, “Political Orientation and Riot Participation”, American Sociological Review, hlm. 810-820.

10 Paul R. Abramson, 1995, “Political Participation”, dalam Seymour M. Lipset (ed.), 1995, The Encyclopedia of Democracy, Vol. III, (Wahington D.C. : Congressional Quarterly Inc.), hlm. 913-920.

11 S.N. Eisendstadt, 1968, Max Weber on Charisma and Institution Building, (Chicago : Chicago Univerity Press), hlm. 46.

12 William Ewald. 1988. Unger's Philosophy: A Critical Legal Study. p. 3. Penafsiran teks secara konstktual, menghilangkan logosentrisme yang berasal dari antagonisme kelas, sehingga teks diperlakukan sesuai dengan kebutuhan masyarakat pinggiran yang lebih membutuhkan. Lihat juga, Inyiak Ridwan Munir. 2008. Hermeneutika Filosofis Hans-Georg Gadamer. Ar-Ruzz Media Yogjakarta. Halm. 249-250, dan lihat juga, Michel Foucault. The Order of Thing An Arceology of Human Sciences. Diterjemahkan oleh B. Priambodo&Pradana Boy. 2007. The Order of Thing: Arkeologi Ilmu-Ilmu Kemanusiaan. Pustaka Pelajar. Yogjakarta.

13 Hans Kelsen. 1978. Pure Theory of Law. Berkeley University California Press. Diterjemahkan oleh Rasul Nuttaqin. 2005. Teori Hukum Murni: Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif Hans Kelsen. Halm. 1

14 M. Mukhsin Jamil. 2007. Mengelola Konflik Membangun Damai: Teori, Strategi, dan Implementasi Resolusi Konflik. Walisongo Media Centre. Semarang. Halm. 155-156

15 Paul R. Abramson, 1995, “Political Participation”, dalam Seymour M. Lipset (ed.), 1995, The Encyclopedia of Democracy, Vol. III, (Wahington D.C. : Congressional Quarterly Inc.), hlm. 913-920.

16 Jeffry M. Paige, 1971, “Political Orientation and Riot Participation”, American Sociological Review, hlm. 810-820. Juga : Alfian, 1983, Pemikiran dan Perubahan Politik di Indonesia, (Jakarta : Gramedia), hlm. 256-257.

5 komentar:

Anonim mengatakan...

he he... kenthir, wong! fotomu kuwi lo...

tauf

luluk mengatakan...

Awakmu sing ngajari jone...ha ha ha ha ha ha ha ha ha huk huk batuk

Anonim mengatakan...

Maklum... Luluk..
Mana yang lebih enak dikomentari : tulisannya, fotonya, atau catatan kakinya...

Kangen ngucing di Sampangan,
yOg

Anonim mengatakan...

Howdy! I just wish to give you a big thumbs up
for your excellent information you have got here on this post.
I am coming back to your site for more soon.

Here is my blog post - garden

Anonim mengatakan...

I’ve been browsing online more than three hours thesе dаys, but I nеver discovereԁ any іnteresting aгtіcle like yours.
Ӏt is ρretty price sufficient fοr
me. Pеrsοnallу, if аll webmasteгs anԁ
bloggers made excеllent
content as you probably dіd, the іnternet
can be a lοt more useful than ever before.

Αlso visit my web-site ... what is going green