Tidakah mereka ―antek-antek kapitalis― memiliki perasaan. Manusia punya kodrat kedudukan sama sejak lahir. Tetapi keserakahan yang merengut kemerdekaan banyak orang. Sehingga harus lebih banyak darah, daging, dan nyawa orang, utamanya kaum miskin kota untuk di hisap.
Atas dalih kebebasan pasar. Mereka berlomba-lomba memperkaya diri masing-masing. Dasar tidak tahu diri, bukannya mereka orang pintar. Kepintaran mereka dijadikan kedok keberhasilan. Namun tetap saja, tak ada niat baik, yang ada hanya kebusukan. Jika ia berniat baik, maka kepintarannya bukan untuk bersaing sendirian, melainkan mengajari orang banyak untuk cerdas sama dengan mereka, dan maju bersama-sama. Kebersamaan di haramkan bagi mereka ―antek-antek kapitalis. Kepintaran berbuah kelicikan, picik, tak punya jiwa sosial, dan senang melihat penderitaan orang lain.
Mereka sesungguhnya bukan orang hidup, melainkan orang yang sudah lama mati. Hati mereka terbujur kaku, rasio mereka dibutakan hanya untuk bagaimana cara menghasilkan uang sebanyak-banyaknya. Di balik kesuksesan mereka adalah mayat hidup. Mereka adalah bangkai.
Mereka yang tak peduli kebenaran. Ah, apalah arti kebenaran jika tak menguntungkan. Otak mereka sekotor tong sampah yang belum jadi humus, baunya menyengat hingga menyentuh urat nadi membuat orang ingin muntah darah. Kebenaran satu-satunya adalah permintaan pasar. Jika sudah berhadapan dengan pasar. Kelakuan bringasan mereka menjadi berubah. Mereka orang munafik yang menjilat-jilat konsumen dan penguasa setempat. Sama-sekali tak punya harkat dan martabat sebagai manusia.
Tuhan bagi mereka hanya sarana untuk meminta melampaui kapasitas kepemilikan pribadi manusia. Harapan untuk membunuh semua lawan pasarnya, niat untuk menipu semua konsumen dan keuntungan haram yang berlipat-lipat menjadi panjatan do’a yang selalu diutarakan.
Bahkan tak jarang mereka yang bertamu ke dukun-dukun keparat untuk mendapatkan aji-aji mantra sakti mandraguna. Rasionalitas mereka tak dihiraukan lagi. Bagaimana para antek kapitalis mempercayai tahayul berlebihan untuk sekedar ingin merebut dan mempertahankan kekuasaan pasar. John Maynard Keynes saja motor neo-liberalisme ekonomi terlalu percaya pada ramalan garis tangan orang.
Sadarlah pembela kapitalis. Yang kau bela itu adalah iblis. Atau jangan-jangan kau sendiri adalah iblis itu sendiri. Jadi wajar jika sesama iblis saling membela satu dengan yang lain.
Kapitalisme tak pernah menyinggung dan menempatkan kaum miskinbaik sebagai objek maupun subjek. Mereka hanya mengetahui bahwa mereka miskin akibat dari sesalahannya sendiri. Mereka malas dan tak berpendidikan.
Ini tidak adil.
Kemiskinan, miskin, dan penderitaan yang di dera oleh mereka tak boleh di salahkan. Mereka sudah telalu menderita. Kenapa harus di salahkan.
Kapitalisme hanya menyengsarakan mereka. Di kota-kota metropolitan, jurang pemisah antara kaum borjuis dan kaum ploretariat semakin lebar. Sedemikian menderitanya, kaum miskin masih saja dianggap bukan manusia, melainkan binatang yang menyusahkan. Tempat tinggal mereka digusur, kesehatan mereka tak di jamin, pendidikan anak-anak mereka tak terpikirkan, dst.
Kapitalis tak pernah menempatkan kaum miskin sebagai sesuatu yang musti diperhatikan. Ini adalah kekejaman yang luar biasa.
Hanya Marx dengan berbagai gagasannya yang kemudian berpengaruh pada penerusnya, menempatkan kaum miskin sebagai subjek filsafatnya. Hanya ada dua subjek yang menjadi esensi dari kehidupan dan sejarah manusia, yakni kaum kapital dan kaum buruh. Tetapi kaum buruhlah yang pada akhirnya harus memenangi pertarungan, agar kesejahteraan umum dapat benar-benar dilaksanakan. Marx (1888) everywhere support every revolutionary movement against the existing social and political order of things.
Bahkan negara yang se-Kapitalis Amerika sekalipun, tak luput dari pengaruh teori antagonisme kelas yang dikonsepsikan oleh Marx. The U.S. archive contains information on the Black Panther Party and their revolutionary struggle to overturn the U.S. system of racial and working class oppression, and the Civil Rights Movement; documents of early Marxist parties and labor history. (Robert: 1864). Pembebasan ras kulit hitam atas revolusi dan perjuangan tiada henti untuk kepentingan emansipatoris.
Marx memang sudah mati, tetapi pikirannya tetap hidup. Ia menjadi inspirasi pemekir sesudah Marx menyempurnakan gagasan-gagasannya. Karl Kutsky (1854-1938) dengan keambrukan natural sistem kepemilikan individu, degradation or to overthrow the system of pivate property. Gerakan emansipasi perempuan, international women's movement yang di gawangi oleh Clara Zetkin. Pencetus warna kepartaian sosio-demokrat Rusia Georgi Plekanov (1856-1918). Bagaimana buruh mengelola industri dalam satu kesatuan tersendiri yang berbeda dengan para kapital, by workers organized into industrial unions (1852-1914). Pencetus kepemimpinan diktator yang berasal dari kaum buruh, the dictatorship of the working class oleh James Connolly (1868-1916). Rosa Luxemburg (1871-1919), yang mengkonstatasikan kepemimpinan buruh yang bukan berasal dari satu gerakan sosial massa, melainkan, the political leadership of the whole movement. Seorang penggagas revolusi rusia dan promotor Bolshevik, Nikolai Bukharin (1888-1938). Dan masih banyak lagi, tak kalah penting untuk disebutkan adalah mahzab kritis frankfurt, menjadikan teoritisasi Marx lebih sempurna menjawab tantangan zaman.
Awaludin Marwan, SH
Filsuf Cinta
7 komentar:
Satu saran saya: belajar lebih banyak lagi! Saya membayangkan sebagian orang apabila membaca tulisanmu ini barangkali mereka akan merasa mundur dua abad ke 'belakang'...
Pemikiran tak akan pernah mati kang. Hanya orang yang berhati dan berotak mati yang mengira bahwa pemikiran klasik telah mati. Campakan itu. Aku secara implisit juga menyebutkan mahzab frankfurt, bukannya itu sebuah hal yang baru, orangnya sekarang masih hidup Jurgen Habermas.
Engels menyebutkan, bagi mereka yang berumur 25 tahun bukan Marxis maka sesungguhnya ia tak punya hati. Tetapi bila orang berusia lebih dari 40 tahun tak Marxis maka jelas ia tak punya otak.
Itu hanya mitos menurutku, tetapi cukup pas bila mas gie renungkan kata-kata provokatif itu.
Jangan lupa, klasik belum tentu Marxis!...Sekali lagi: belajar lebih banyak karya2 abad ke 18 dan 19. Telusuri siapa saja yang ada di sana...kalau kurang bahan, Saya siap meminjami...yang jelas dari "perpus digital kesayanganku"...Kalau masih keras kepala, berarti ada kemungkinan lain tentang ketulusan niat untuk belajar dari masing2 individu tersebut...
Gak ada yang perlu diperdebatkan. Gak ada materi yang di sampaikan. Cukup sudah. Ya, sudah
dua-duanya sama-sama keras kepalanya...
sama-sama merasa benar..
sama-sama sombong dan angkuh...
sama-sama merasa pinter...
sama-sama merasa banyak tau...
percuma nt berdua membaca Marxis,mahzab frankfurt,Jurgen Habermas,lenin,aristoteles,atau bahkan karya einstein sekalipun,,
kalau karenanya nt berdua hanya bisa bersombong diri..
nt berdua baru bisa membaca teks...
belu bisa membaca maka..
makna ilmu..
yang mensyaratkan kerendah-hati-an.
say amelihat blok ini adalah kumpulan orang-orang sombong yg angkuh..
hanya beberapa orang saja masih belum terjangkit penyakitnya kaum (sok)intelektual ini...
sese
bukan permasalahan siapa yang benar, siapa yang salah, seharusnya kita lebih bisa menitikberatkan arah suatu masalah. dahulu kita sudah terjajah, hati kita, pikiran kita juga, maka jangan sampai kita terjajah kembali oleh pemikiran-pemikiran para penjajah... Kapitalis dan Marxis sama-sama tiada yang benar... karena memang tiada kebenaran di dunia ini... dan tak akan pernah ada... kalaupun ada cuma anda merasakan itu....
Posting Komentar