online degree programs

Sabtu, November 15, 2008

SERI AJARAN LAO TZU (1): TENTANG LAISSEZ FAIRE

Seorang teman kamarin bercerita tentang acara The Candidate di Metro Tv. Katanya yang menjadi sang tokoh ialah Kwik Kian Gie. Minggu-minggu ini saya memang tidak pernah melihat Tv karena sekarang memang sedang dianugerahi banyak pekerjaan. Menurut cerita sang teman tersebut, yang juga penggemar Kwik---termasuk saya tempoe dulu---menceritakan bahwa Pak Kwik merekomendasikan agar Indonesia mejauh dari ‘pasar bebas’. Serentak saya terdiam….dalam hati saya berbisik: “berapa lama mitos laissez faire perlu ditakuti ini akan berakhir”. Saat itu pula saya sedang menikmati buku Lao Tzu: Daodejing

Dalam kehidupan kenegaraan Sang Guru Tao berkata:
Makin banyak pembatasan dan larangan,
makin miskinlah rakyat,

makin banyak senjata tajam dimiliki rakyat,
makin kacaulah negara,
makin terampil dan pandai manusianya,
makin aneh-aneh lah hasil karyanya
,
makin ketat hukum ditegakkan,
makin banyaklah rampok dan maling.

Karena itu orang suci mengatakan:
Aku tak bertindak,
Maka manusia akan berkembang dengan sendirinya
,
Aku bersikap tenang,
Maka manusia akan lurus-jujur dengan sendirinya,
Aku selalu santai,
Maka manusia akan sejahtera dengan sendirinya,
Aku tak ingin apa-apa,
Maka manusia akan menjadi sederhana dengan sendirinya

Apa yang menjadi inti tulisan ini bukanlah mempersoalkan tentang bagaimana sang guru Tao sampai pada kesimpulan tersebut. Dan juga tidak mempertanyakan basis epistemologis apa sang guru dapat mencapai kesimpulannya yang hakiki? Persoalan tersebut tidak akan saya ulas untuk kali ini. Saat ini dan kedepan, saya akan sedikit-demi sedikit menyangkal beberapa mitos seputar laissez faire yang sering berada di sekeliling kita.

Ada banyak anggapan bahwa laissez faire adalah produk Barat. Anggapan tersebut jelas mitos! Tanpa mengetahui prinsip-prinsip pasar bebas, seseorang memang akan terjebak pada penangkapan simbol-simbol konsep tanpa melihat lebih jauh prinsip-prinsip yang menjadi intinya. Salah satu Prinsip laissez faire adalah adanya batasan bagi pemerintah untuk tidak mencekcoki segala sesuatu terkait manusia. Maka sang guru Tao mengajarkan bahwa ketika saya tidak bertindak, maka orang lain akan sejahtera dengan sendirinya, jelas merupakan ajaran agak aneh bagi orang di zaman sekarang. Di saat banyak negara melakukan tindakan bail-out, subsidi, proteksi dan tindakan-tindakan agresif lainnya, yang jelas hal tersebut merupakan pelanggaran bagi prinsip-prinsip pasar bebas.

Inti ajaran Lao Tzu adalah pandangan non tindakan. Menurut Rothbard, dalam artikelnya Concepts of the Role of Intellectuals in Social Change Toward Laissez Faire, Lao Tzu adalah tokoh pertama laissez faire. Menurut pandngan Lao Tzu, bahwa pemerintahan yang baik adalah yang sedikit sekali melakukan sesuatu sehingga rakyatnya dapat hidup dengan bebas. Maka dalam hal pemerintahan beliau mengajarkan:

Kalau pemerintahan berdiam-diri saja,
Maka rakyat akan menjadi sederhana dan jujur
,
Kalau pemerintah waspada dan tegas,
Maka rakyat akan menjadi cerdik dan nakal.

Nasib baik itu bersandar pada nasib buruk,
Nasib buruk mengintai di belakang nasib baik,
Adakah yang tahu, akhir dari keadaan yang silih berganti ini?

Masih adakah kejujuran di dunia ini? Kalau tak ada lagi,
maka
Keluguan bisa disalah-artikan sebagai kecerdikan, dan
Kebaikan bisa disalah-artikan sebagai kejahatan,
Kesesatan seperti ini sudah berlangsung sejak lama
.

Itulah sebabnya orang suci itu:
Berlapang dada, tanpa menampik,
Bermurah hati, tanpa merusak moral,
Bersikap jujur-lurus, tanpa melepas,
Menyebar kebaikan, tanpa membingungkan.


Itulah ajaran sang guru Tao, yang sejak 2600 tahun yang lalu telah mengajarkan tentang laissez faire! Masihkan anda menakutinya?


Giyanto: Fellow Writer Jurnal akaldankehendak dan pengelola blog gyblog-praksiologi.blogspot.com.


Rekomendasi bacaan:
Laozi. 2007. Daodedjing: Kitab Kebijakan dan Kebajikan. (Terj. Tjan K). Yogyakarta: Indonesiatera
Rothbard, M.N. 1986. Concepts of the Role of Intellectuals in Social Change Toward Laissez Faire.

3 komentar:

Anonim mengatakan...

Analisis yang bagus...sayang Lao Tzu tidak tahu konsepsi pasar bebas dan Laissez faire sekarang ya...hehehe....

Imam Semar mengatakan...

Quote Giy: Minggu-minggu ini saya memang tidak pernah melihat Tv karena sekarang memang sedang dianugerahi banyak pekerjaan.

Komentar IS: Jarang sekali orang bersyukur karena banyak pekerjaan. Pekerjaan malah dianggap beban. Semuga Allah memberi rizki dan kenikmatan buat rekan Giy.....

(Ini tidak ada kaitannya dengan tulisan anda, cuma sekedar observasi terhadap attitude yang berbeda dan positif)

Anonim mengatakan...

Kalau menurut saya makna yang dimaksud Guru Lao Tsu begini;

"Makin banyak pembatasan dan larangan,
makin miskinlah rakyat"

Kekuasaan cendrung menganggap rakyat perlu diatur dan dibatasi secara ketat tabiat-tabiatnya. Sifat bodoh, liar, kekanak-kanakan dan egois adalah definisi rakyat dalam kekuasan yang otoriter.

Penguasa perlu menerapkan aturan berupa batas-batas dan larangan-larangan perilaku untuk dapat mengendalikan tabiat-tabiat manusia itu dalam segala bidang kehidupan, agar tidak turut pula merongrong sendi-sendi kekuasaan yang ada.

Tapi dengan berbuat demikian, kedewasaan moral rakyat justru tidak tumbuh. Rakyat terbiasa diperintah dan dilarang. Kreatifitas, inisiatif, kebijaksanaan, dan kepercayaan dirinya tidak berkembang dengan baik. Kualitas-kualitas yang jelek inilah yang membuat rakyat miskin (miskin dalam arti yang luas)

"makin banyak senjata tajam dimiliki rakyat,
makin kacaulah negara",

Bisakah kita membayangkan para demonstran sekarang semuanya memiliki pistol revolvere?

"makin terampil dan pandai manusianya,
makin aneh-aneh lah hasil karyanya"

Jelas sekali...

"makin ketat hukum ditegakkan,
makin banyaklah rampok dan maling."

Hukum yang ditegakkan dari atas ke bawah tidak akan membuat rakyat semakin dewasa kesadaran hukumnya. Hukum harus ditegakkan bersama-sama inisiatif rakyat.

"Karena itu orang suci mengatakan:
Aku tak bertindak,
Maka manusia akan berkembang dengan sendirinya"

Berkembang secara alamiah. Pikiran, ide, kemajuan, seringkali menjadi bumerang bagi kehidupan manusia sendiri. Seolah-olah tanpanya (misal modernitas) manusia akan terbelakang, gagal atau rugi. Tapi nyatanya kehidupan modern justru tidak mendamaikan.

"Aku bersikap tenang,
Maka manusia akan lurus-jujur dengan sendirinya"

Seringkali karena banyak campur tangan, suatu masalah kecil justru makin bertambah besar. Jadi gak usah mengurusi urusan yang bukan urusan kita.

"Aku selalu santai,
Maka manusia akan sejahtera dengan sendirinya"

Sikap tergesa-gesa dalam merespon rangsangan keinginan justru membuat kita tidak berhitung secara cermat. Dalam sikap santai kita mampu melihat suatu keadaan dengan lebih terang dan keputusan yang lebih baik bisa diraih, walau membutuhkan waktu yang lama.

"Aku tak ingin apa-apa,
Maka manusia akan menjadi sederhana dengan sendirinya"

Manusia menjadi rumit itu karena pikirannya dipenuhi keinginan2 yang berlebihan. Dan melatih pikiran untuk fokus pada hal yang mendasar saja pada manusia, akan mendorong suatu pola kehidupan yang mudah untuk dijalankan.