online degree programs

Rabu, Oktober 08, 2008

Phenomologi Pikiran Jilid I;

Georg Wilhelm Friedrich Hegel

Filsafat membutuhkan sebuah pemikiran yang berlandaskan dan berorientasi pada kebenaran. Tidak semata-mata konsep yang mengarahkan orang untuk berpikir sesuatu, namun bagaimana seseorang itu memiliki tujuan, yakni kebenaran sebagai satu-satunya orientasi filosifik. Filsafat seringkali diidentikkan oleh rangkaian aturan berpikir, yang kemungkinan saja bersifat kaku dan kolot yang justru menghilangkan tujuan berfilsafat itu sendiri. Bukan cara dan metodenya yang menjadi pertengkaran, tetapi hasil akhir dan keyakinan akan pencarian kebenaran sebagai sebuah keutamaan. Metode dan cara yang berbeda-beda ini menandakan dan memperkokoh khasanah pengetahuan hingga bangunan pikiran menjadi lebih tangguh dan tidak mustahil, sempurna.

Filsafat hegel yang cukup terkenal memang terasa cukup berat untuk diinterpretasikan ke dalam manusia awam, apalagi orang yang tidak mencintai berpikir dan berfilsafat. Namun seperti sudah menjadi keharusan seorang inteletual sedikit-banyak mengerti akan karya raksasa ini. Phenomologi of Mind sederhananya, ingin memperlihatkan pada khalayak, bahwa kebenaran tidak hanya apa saja yang tampak melalui pengenalan inderawi kita, tidak hanya melalui penalaran dan ratio, namun lebih menembus batas-batas tersebut menuju ke suatu yang tak terbatas, tujuannya tidak lain adalalah untuk mencari kebenaran.

Kalaupun kita ingin membongkar nostalgia dalam pemikiran lampau, sebenarnya Plato pun telah menyuarakan perihal phenomologi. Meskipun di nilai oleh banyak kalangan, masih dalam banguanan teoritis yang lemah. Bermula dari Kant kemudian di lanjutkan dan atau dengan sistem Hegel yang baru, landasan ilmiah perihal phenomologi ada. Semula, Plato ingin mengatakan (Bretand Russell; 1946) terdapat perbedaan antara realitas dengan penampakan. Jika penampakkan benar-benar tampak, maka ia bukannya tak ada sama sekali, dan dengan demikian adalah bagian dari realitas. Penampakan tak benar-benar tampak, melainkan tampaknya saja tampak, ini pun tak akan menyelesaikan persoalan, sebab masih ada pertanyaan; apakah ia benar-benar tampaknya tampak, atakah hanya kelihatannya tampaknya tampak?. Bahkan kalaupun penampakan memang tampaknya saja tampak, dan dengan demikian adalah bagian dari realitas. Dari sekian skema besar ini, pencarian kebenaran menghadapi kesulitan ketika tanpa keseriusan dan kesungguh-sungguhan dalam berpikir. Sebab kepalsuan bersembunyi pada sesuatu yang tampak. Maka sangat perlu sangat perlu partisipasi berpikir oleh banyak kalangan dalam penyempurnaan bangunan teoritis ini. Dari sini pula, kita bisa melihat karya hegel yang nyaris tanpa kesalahan, sempurna secara teori, mengungkapkan bagaimana membedah penampakan dan pencarian kebenaran itu.

Filsafat menempatkan kita pada sebuah kesadaran dan memperlihatkan arah perwujudan keaslian sesuatu, bukan semata-mata konsepsi. Ia menunjukkan sebuah produk abstrak yang mengkontruksi pemahaman, sebuah konsepsi tentang kebenaran yang memiliki kenyataan dan membentuk kenyataan itu sendiri. Tidak lagi kenyataan yang membentuk pikiran, tapi sesungguhnya kenyataanlah yang dibentuk oleh pikiran, pikiran lebih kaya ketimbang kenyataan, karena dalam pikiran itu sendiri, terdapat produk eksternal dari pengenalan inderawi, seperti opini, kebohongan, bahkan, khalayan yang membuat pikiran jauh lebih luas ketimbang kenyataan. Melalui kenyataan yang terlahir dari pikiran ini sebenarnya merupakan langkah awal terbentuknya konsepsi yang akan dipahami oleh diri kita untuk yang kedua-kalinya di analisa membentuk konsep baru ataupun ati dari konsep pertama, sehingga perjalanan ini bisa mendekatkan kita pada sebuah kebenaran. Bentuk lain yang dilahirkan oleh pikiran ini adalah ide, sebuah elemen yang cukup spketakuler, hasil olahan dari pemahaman, hasil empati terhadap suatu, dan memiliki implikasi besar ketika di jalankan.

Setelah mengetahui poitioning pikiran, sekarang kita berbicara tentang asal sebuah pikiran ini. Pikiran adalah jiwa yang berkembang, konsepsi adalah hasil sementara dari pikiran yang bekerja. Kemudian, konsepsi dan keberasaannya adalah dua sisi, berbeda, namun dapat dipersatukan, minimal kita sudah mengetahuai bahwa jiwa berada dalam tubuh. Berarti bekerjanya jiwa hanyalah mereka yang berpikir, jadi tak hanya tubuhnya yang merasakan dunia riil, tapi juga jiwa, bahkan pekerjaan jiwa ini bisa berbuat lebih terhadap dunia, ketimbang apa saja yang dilakukan oleh tubuh.

Awaludin Marwan, SH

Tidak ada komentar: