Beberapa waktu yang lalu sempat membuatku gelisah akan diri ini. Kesulitan dalam mengapresiasikan pemikiran melalui tulisan hampir memuatku putus asa dalam hidup. Setelah kupaksakan untuk menulis, seolah-olah jemari ini tak mau lagi bercinta dengan mesin ketik. Kemungkinan juga buku-buku yang berdiskusi denganku saat itu tak memberi kesempatan padaku untuk mengaktualisasikan idea yang bertarung di benaku. Barulah kusadari, menulis ibarat seni, jika pas “mod” , tentu bisa saja menulis puluhan lembar dalam sehari.
Artikel kosong, rencana membuat buku pun terlantar. Kini saatnya mendiskursuskan kembali apa-apa yang sudah terjadi, dan apa-apa yang akan terjadi nanti. Menulis adalah sebuah kesadaran akan tugas alam yang melekat pada diri seorang inteletual, ibarat organ tubuh, mata bertugas melihat, kaki bertugas berjalan, mulut bertugas berbicara, maka intelektual adalah manusia yang diciptakan bertugas menulis dan memberikan pencerahan.
Suatu hari akan tiba saatnya di mana dunia kering, gersang, dan monoton, kehadiran intelektual memberikan aliran air yang menyegarkan dahaga umat manusia. Saatnya akan tiba antara kiri dan kanan, antara kapitalis dengan sosialis bersatu menjadi intelektualitas yang humanis, mereka berbeda tidak semata-mata untuk sentimen ataupun kepentingan pragmatis, namun hanya hendak menciptakan suasana ilmu pengetahuan manusia yang semakin tangguh dan kokoh. Ini pun larinya kembali lagi kemanfaatannya bagi umat manusia. Tiba saatnya orang saling menolong bukan dengan tangan, melainkan dengan pikiran dan idealisme tinggi.
Untuk detik-detik ini, saya ingin sekali mengatakan, bahwa seorang intelektual hanya memiliki lahan petarungan berupa “tulisan”. Di tempat inilah inteletualisme diakui keberadaannya, ibarat Rene Descartes menegaskan cogito ergo sum, aku berpikir maka aku ada, disini saya ingin memperbaharuinya menjadi “ketika aku menulis maka aku ada”. Tulisan ini menunjukkan kekuatan pikiran seorang intelektualis (the great intellectual) yang menunjukkan eksistensinya di dunia ini.
Perlu kita ketahui manakala kekuatan intelektual telah menempatkan seseorang pada sebidang pandangan atau image, tulisan banyak membantu seseorang berkomunikasi dengan khalayak. Tak usah jauh-jauh memandang Augut Comte ataupun Horkheimer, penulis positifitik dan kritis. Mas Giyanto dan Edhi salah satu contoh pandangan dan image tadi yang menjelaskan giyanto seorang kapitalis dan edhi seorang sosialis. Tak hanya orang di sekelilingnya saja yang memahami ini, tapi beliau-beliau ini jua telah menyadarinya sendiri.
Tulisan menawarkan popularitas dan saluran komunikatif seseorang dapat mengenalkan sosok penulis berikut ajaran-ajarannya. Saya tidak ingin terlalu jauh bagaimana popularitas Fitjop Capra, Michael Foucult ataupun Jurgen Hubermas yang sering di perbincangkan di wilayah diskursus intelektual, mereka yang terkenal melalui tulisannya. Bahkan hanya Socrateslah seorang filsof yang terkenal tanpa tulisan, Immanuel Kant mempertegas aturan bahwa karya filsafati harus melebihi 1000 halaman yang dipatuhi oleh GWF Hegel. Di dekat kita pun, karya Edi Subkhan, saya mengetahui dengan mata kepala sendiri, tulisannya sangat dicari setiap kali kompas mahasiswa terbit waktu itu. Popularitas “IKAN” kependekan dari EdI SubkhAN dimulai semenjek karya terdahulunya menggetarkan wacana kampus.
Tetapi saya juga tidak ingin menekankan diri untuk terlalu lama membicarakan popularitas berkat tulisan. Namun kita bisa melihat bahwa dengan ukuran popularitas ini seseungguhnya, karya-karya kita dapat diterima dan memiliki kemanfaatan lebih bagi umat manusia. Dengan menulis kita sudah banyak menolong orang melalui pikiran yang kita miliki. Berbahagialah orang-orang yang produktif menulis, karena dia akan menghuni Surga Tuhan, sementara rasakanlah kekeringan dan kegersangan bagi orang yang tak mau dan mampu menulis !!! yang terakhir ini, mereka adalah orang-orang yang tak berguna, orang-orang yang selalu tertinggal, mungkin seperti penulis artikel ini.
Awaludin Marwan, SH
Minggu, Oktober 12, 2008
KEKUATAN TULISAN
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Bukan IKAN, tapi Ed Khan..tapi ngopo nulis tentang aku, aku kan rak iso opo-opo to Luk...????
Posting Komentar