online degree programs

Selasa, Maret 31, 2009

Monopoli

Dadu, berbentuk kubus enam sisi. Di masing-masing sisi dadu tersebut terdapat semacam noktah merah berjumlah satu sampai enam. Karena terdapat dua dadu yang dilempar, maka akan terlihat pasangan sisi kubus dadu pertama dan kedua, dengan masing-masing noktah merah berjumlah tertentu di permukaannya. Bisa satu dan dua, enam dan enam, empat dan tiga, atau banyak kemungkinan lain, yang jika dihitung terdapat tiga puluh enam kemungkinan.

Penjumlahan noktah merah hasil pelemparan kedua dadu akan menjadi acuan berapa langkah bidak bisa berjalan. Bidak berjalan mula dari kolom start. Demikian perjalanan selanjutnya akan melalui Indonesia, Afrika, Kanada, dan banyak lagi negara lain. Atau bisa masuk penjara jika berhenti di kolom ”go to jail”.
Dalam lembar kertas permainan tersebut, masing-masing kotak negara digambarkan dengan maskot tertentu. Di Indonesia ada Candi Borobudur, Afrika bergambar hewan Singa, Amerika dengan patung Liberty, dimana setiap (kolom) negara diberi harga tertentu—sehingga bisa dibeli—entah berdasarkan kriteria apa pemberian harga tersebut. Yang termurah adalah Indonesia, dengan seribu enam ratus dollar, dan Amerika Serikat diberi harga termahal dengan empat ribu dollar.

Permainan itu bernama Monopoli. Sebuah permainan yang, seperti permainan lain, mempunyai peraturan; rule of game. Dan uraian di atas adalah deskripsi permainan disertai dengan beberapa peraturan dalam permainan tersebut. Barangkali salah satu yang tertinggal, di awal permainan, semua pemain—maksimal empat orang—diberi modal lima belas ribu dollar, dan setiap melalui kotak ”start” pemain akan mendapat semacam gaji dari bank sebesar dua ribu dollar.

Permainan satu ini adalah permainan dengan peraturan yang memperbolehkan pemainnya membeli sebidang tanah (atau sebuah negara). Dan karena permainan ini sekedar pengandaian, tentu bidang tanah tersebut juga sekedar pengandaian. Si pemain sebenarnya tidak benar-benar mempunyai sebidang tanah. Sehingga pemain yang baik adalah pemain yang paham benar peraturan permainan, seraya tahu batas-batas permainan yang dimainkannya. Inilah yang disebut ”bermain dengan serius”.

Segala hal dalam bahasan-yang-terkait-dengan-manusia, tak terkecuali permainan monopoli, mempunyai kapasitas definitif, batasan dan cakupannya masing-masing. Kapasitas definitif adalah semacam kesadaran akan batas (definisi=pembatasan). Hal ini mengandung maksud sesuatu yang datang dari dalam, tetapi berkait dengan sesuatu yang di luar. Demikian kurang lebih, sehingga kapasitas definitif selalu berupa sebuah pertanyaan, selalu ”belum sudah”, selalu belum selesai, dan oleh karena itu seakan menunggu untuk dibahas (bukan dianggap selesai). Kapasitas definitif bersifat terbuka. Barangkali mempunyai akhir, namun akhir yang terbuka (open ended).

Demikian halnya dengan organisasi kemahasiswaan kampus. Dalam beberapa kampanye yang pernah saya lihat dan ikuti (materi pamflet, jargon, dan atribut lain sebagainya), kampanye pemilihan Presiden Mahasiswa tempo lalu, atau baru-baru ini dalam kampanye pemilihan Ketua BEM di salah satu Fakultas yang saya sering sambangi.

Dari sedikit merasakan dan mengikuti cerita jalannya organisasi, rasa-rasanya seperti ada yang terlalu disana. Ber-laku dan ber-tutur atas nama diri sendiri, tetapi mengklaim atas nama orang banyak. Berhadapan dengan realitas kampus—dengan ”keunikannya” tertentu, tetapi melihatnya dengan kacamata lain yang meleburkan keunikan tersebut. Juga menyikapinya dengan menggunakan teknik yang diplagiar dari kasus lain yang berbeda secara substansial (kasus kenegaraan, misalnya).
Bisa jadi karena habisnya energi setelah terlalu boros dikeluarkan dalam berkampanye. Pun tak menutup kemungkinan faktor kesunyian visi sehingga menurunkan misi yang terasa ganjil.

Atau yang terjadi, barangkali, setiap kontestan dan simpatisan belum paham benar peraturan dan kapasitas definitif dari organisasi yang akhirnya menuliskan namanya sebagai ketua organisasi, sehingga, dalam ketidaktahuannya berbelok menjadi seperti bermain Monopoli tetapi merasa benar-benar memiliki sebidang tanah.


Ahmad Fahmi Mubarok

1 komentar:

Anonim mengatakan...

gambarnya bikin takut...
kok gak up to date lagi???