online degree programs

Sabtu, Maret 21, 2009

Post-Modern Mitos Baru


Rasa-rasanya, membicarakan post-modern sama halnya terjebak dalam permainan ketidak-pastian. Ya, aliran post-modern hanya bermain pada wilayah kesadaran, tetapi tidak banyak menyoal persoalan epistemologik. Kesadaran yang berasal dari ratapan dan ketidak-mampuan manusia yang putus asa menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Jean Francois Lytord (1984) dalam bukunya yang termasyur “The Postmodern Condition: A Report on Knowledge” pada akhirnya mengakui bahwa perkembangan teknologi telah mempengaruhi semua sisi kehidupan manusia, termasuk pengetahuan manusia. These technological transformations can be expected to have a considerable impact on knowledge. Its two principal functions – research and the transmission of acquired learning-are already feeling the effect, or will in the future.

Pertumbuhan teknologi dan ilmu pengetahuan telah melampaui kebutuhan manusianya. Demikian kira-kira, kegelisahan tak beralasan yang ditimbulkan oleh kalangan postmodern. Ketakutan pertumbuhan yang sangat cepat, di dukung dengan globalisasi, kapitalisasi, transisi dari masyarakat industrial ke masyarakat tranformatif mendudukan kekhawatiran pertumbuhan itu melupakan kemanfaatannya terhadap manusia yang menciptakannya. Padahal seharusnya proyek modernitas membebaskan manusia dari ketidak-berdayaannya terhadap kemampuan biasa menghadapi hidup, Kant menyebutnya pencapaian transendentalisasi jauh dari imanensi manusia. Sehingga manusia bisa mencapai tingkat yang paling tinggi. Kemampuan rasio inilah yang menjadi kunci kebenaran pengetahuan dan kebudayaan modern. Di samping Kant, sejarah kematangan kebudayaan modern ditunjukkan oleh Frederich Hegel. Melalui kedua pemikir inilah nilai-nilai modernisme ditancapkan dalam alur sejarah dunia. Kant dengan ide-ide absolut yang sudah terberi (kategori). Hegel dengan filsafat identitas (idealisme absolut) (Ahmad Sahal, 1994: 13). Konstruksi kebudayaan modern kemudian tegak berdiri dengan prinsip-prinsip rasio, subjek, identitas, ego, totalitas, ide-ide absolut, kemajuan linear, objektivitas, otonomi, emansipasi serta oposisi biner.

Bagaimana hanya proyek modernitas sains bisa berkembang dengan pesat, fisika umpamanya, pembaharuan fisika momentum menuju kuantum, pergeseran gaya berpikir newtonian terhadap konsepsi ruang dan waktu menuju ke persamaan energi dan massa E = mc2, di mana c adalah kecepatan cahaya dalam teori relativitas Einsten. Semua kemajuan hanya ditemukan pada modernitas, bukannya Jugen Habermas dengan tegas juga mengatakan bahwa: para modernitas, sebuah proyek yang belum rampung.

Konsepsi epistemologis post-modern yang belum jelas merupakan persoalan yang menurut saya cukup mendasar. Apalagi bekal yang dibawa kebanyakan pemikir post-modern adalah nihilisme, kekosongan, ketidak-teraturan, dst. Argues the Lyotard’s The Postmodern Condition is to be interpreted as a response to nihilism, especially in relation to the question of the legitimation of knowledge and the so-called crisis of narratives (Lyotard: 1984).

Kritik post-modern terhadap modern bukanlah gugatan ilmiah dan teoritik, melainkan lebih bersifat emosional. Ia tak membawa konsep yang jelas, hanya mengkritik konsep lama, tidak memperbaharuinya, dan hanya phenomenon politik saja yang melatarbelakangi kemunculannya, yakni perang dunia kedua, ketika pasukan si-Fuhler Adlof Hitler bertekuk lutut di hadapan sekutu.

Modernitas di tandai dengan banyak hal, tidak sekadar faktor politik saja. Mulai dari revolusi industri inggris, revolusi politik di Prancis, dan puncaknya di zaman pencerahan Jerman. Tradisi pemikiran barat pun berubah secara dramatis, yang semula berlandaskan konsepsi onto-teleologis, penegasian oposisi biner (jiwa-badan, subtansi-aksiden, transental-imanensi, positif-negatif, baik-buruk, boujuasi-ploretariat, eksistensi-esensi, dst) yang semula banyak di temukan pada kerangka berpikir Yunani Kuno, dan menganggap semuanya adalah satu realitas yang abadi, Allah. Pemikiran yang dimotori oleh Augutinus, Thomas Aquinas ini pada akhirnya dikecam oleh tradisi baru, renaissance Prancis, englightening Inggris, aufklarung Jerman.

Pergeseran paradigma, perlakuannya pada konsep ontologi-epistemologi-aksiologi, dan latar-belakang budaya politik sangat memungkinkan terjadinya perubahan. Tetapi perubahan yang bukan dipaksakan, melainkan perubahan yang telah menjadi keharusan. Hanya berbekal argumentasi yang lemah, post medern ingin melakukan subversi atas pemikiran modern. Unsur-unsur utama modernisme: rasio, ilmu dan antropomorphisme, justru menyebabkan reduksi dan totalisasi hakekat manusia. Memang benar, di satu sisi modernisme telah memberikan sumbangannya terhadap bangunan kebudayaan manusia dengan paham otonomi subjek, kemajuan teknologi, industrialisasi, penyebaran informasi, penegakan HAM serta demokratisasi. Namun di sisi lain, modernisme juga telah menyebabkan lahirnya berbagai patologi: dehumanisasi, alienasi, diskriminasi, rasisme, pengangguran, jurang perbedaan kaya dan miskin, materialisme, konsumerisme, dua kali Perang Dunia, ancaman nuklir dan hegemoni budaya serta ekonomi. Berbagai patologi inilah yang menjadi alasan penting gugatan pemikiran postmodernisme terhadap modernisme.

Sungguh menarik memperbincangkan post-modern, apalagi artikel Guru Ed, menggunakan semangat post-modern sebagai dasar ontologis untuk meracik post-gerakan mahasiswa. Apa post-gerakan mahasiswa itu mungkin, ditengah-tengah ketidak-jelasan konsepsi post-modern itu sendiri? Apakah postmodern dengan segala kecacatan etis dan teoritik tetap diterima dalam konstruksi pengetahuan, malah hanya akan menjadi asumsi yang diterima tanpa kritik?, bertujuan mengganti tradisi pemikiran lama dengan rasionalitas baru, tetapi terjebak dalam mitologi, sebab post-modern hanya diterima begitu saja.

14 komentar:

Anonim mengatakan...

Nuwun sewu, kesalahan penulis artikel ini adalah: (1) tidak menggunakan identitas alias anonim, yg artinya justru mengamini post-modernism itu sendiri hehe, dan (2) setelah membaca artikel ini, maka saya sarankan membaca lebih teliti lagi paper yg telah saya sampaikan pas acara orasi budaya itu, hingga akan ketemu argumen eksplisit-implisit bahwa saya tidak mengagungkan post-modernism.

hal itu karena gagasan post-gerakan mahasiswa yg saya kemukakan berideologi kritis, ada semangat metanaratif yg diperjuangkan, bukan nihilisme. Jadi saya mungkin lebih tepat tidak dikatakan sebagai menggunakan semangat post-modern sebagai dasar ontologis untuk meracik post-gerakan mahasiswa, melainkan memanfaatkan ketidakjelasan post-modernisme, termasuk ketidakjelasan ontologis itu sendiri. Makanya saya dengan bebas dapat menyatakan dan memasukkan ideologi kritis dalam gagasan post-gerakan mahasiswa.

saya yakin post-gerakan mahasiswa akan bergerak, berjalan, karena ketika saya mengatakan itu, maka saya telah meyakini sebuah metanarasi, sebuah mitos akan berjalannya gagasan tersebut, jika memang itu metanarasi, maka sudah pasti bukan post-modrnism, atau dapat dikatakan post-modernism dalam pengertian ketidakjelasannya, multipluralitasnya.

"Apakah postmodern dengan segala kecacatan etis dan teoritik tetap diterima dalam konstruksi pengetahuan, malah hanya akan menjadi asumsi yang diterima tanpa kritik?"

ah, bagi saya ada bagian dari gagasan post-modernisme yang dapat diterima, namun ada yang mesti dibuang. Liyan bagi saya adalah kontribusi dari post-modernism yang patut diapresiasi, toh secara ontologi ia berterima dengan idea pluralism, secara eisteme ia dapat dicapai melalui penerimaan, akomodasi pengalaman dalam penyusunan formulasi ilmu pengetahuan, dan lainnya. Nihilisme di satu sisi adalah yang mesti ditinggalkan dengan menghidupkan kembali subjek yang dibunuh oleh post-modernism.

"...bertujuan mengganti tradisi pemikiran lama dengan rasionalitas baru, tetapi terjebak dalam mitologi, sebab post-modern hanya diterima begitu saja"

Agaknya pernyataan ini tidak tertuju untuk gagasan post-gerakan mahasiswa saya bukan?



ketidakjelasan post-modernisme justru

Anonim mengatakan...

Sing nulis aku kang,..Luluk
Diskusi malam itu sebelum tidur membuat tangan ini gatal untuk memberikan tanggapan atas bangunan teoritismu.
Post-modern justru...membuka kerang yang lebar bagi penyelah-gunaan konsepsi. Padahal kritik post-modern salah satunya adalah keresahan ilmu dan teori yang digunakan sebagai legitimasi kekuasaan menjalankan agresinya.
Post-modern hanyalah klaim-klaim terhadap perbaikan yang belum teruji tidak sebagaimana modern, bahkan pemikiran teleologis abad pertengahan.
Kecenderungan post-modern sebagaimana ungkap Habermas mengintroduksikan pemahaman neo-konservatisme yang menolak pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kita masih berharap, bahwa post-modern ini membawa perubahan, tetapi dalam kerangka epistemologi yang menuai persoalan. Post-modern menolak model, tetapi justru kritiknya pada modernisme membawa model baru, lihat Lyotard pengetahuan tradisional yang hengkang; derrida, deconstruction; faoucault, power of conspiration; Lacan psicoanalysis; Boudrillard, teori konsumsi, dan seterusnya dan seterusnya.

Anonim mengatakan...

..itulah nda, makanya saya tidak memaksa menggunakan logika post-modernism, atau lebih tepatnya ada bagian post-mo yang mesti diapresiasi tapi ada bagiannya yang mesti dibuang...

apa Anda akan membuang kontribusi post-mo dalam multipluralitas dan konsepsi penerimaan the others..??? saya kira tidak, itu bagian post-mo yng bagi saya mesti diterima nda...

Anonim mengatakan...

Argumentasi yang kompromistis, kalau menurutku bukan post-mo yang diterima sebagai sebuah kebenaran pengetahuan.
Target post-modern yang ditujukan pada kesadaran tidak bisa dipertanggung-jawabkan.
Tak ada bagian yang menarik dalam post-mo, kecuali hanya ratapan dan kesedihan seorang filsafat seni dan ahli humaniora yang tidak paham geometri, fisika, matematika, bahkan teknologi.
Foucault sejarawan, Boudrilard manajer pemasaran iklan, Derrida Sastrawan, Lyotard Profesor di bidang seni. Mereka nampak idiot di bidang ilmu alam dan eksak. Siapa yang berani kejeniusan Karl Marx yang berambisi ,mengetahui segala-galanya, ataupun Immanuel Kant yang hampir semua ilmu dipelajari dan menguasasinya.
So, this is case?

Anonim mengatakan...

Faoucault, Boudrillard, Lyotard, Derrida cermin tokoh post-moern. Sementara Karl Marx dan Immanuel Kant refleksi dari pemikir modern.

Anonim mengatakan...

Oiya kang, tengang pluralitas atau dengan bahasa kang edi multikulturalisme. Kalau di The Post-Modern Concition: A Repost on Knowledge, Jean Francois Lyotard mengemukakan konsepsinya tentang "mocrology". Mikrologi adalah ruang-ruang yang diperuntukan bagi kemungkinan terbentuknya arena lokal berikut konstruk budaya di dalamnya yang terkarakteristik.
Tetapi justru dari mikrologi ini akan menciptakan negara tirai besi baru yang kaku, kolot dan tidak bisa menerima perubahan. Atau meminjam ungkapan Toufiq ini seperti etnokrasi, politik budaya yang lebih mendahulukan ras, suku, agama, golongan, dst secara fanatis

Anonim mengatakan...

...hehehe, gini Luk, pertanyaan sederhanaku, (1) multipluralitas kamu setuju atau tidak dan alasannya apa? (2) penerimaan terhadap liyan kamu setuju atau tidak dan alasannya apa?
(3) bagi saya dengan menyatakan "rendahnya" filsuf, seniman, budayawan dibandingkan dengan geometri dll itu termasuk dalam nalar positivis yang merasuk dalam ranah sosio-humaniora Luk, ini adalah hal yang sama yang ditentang oleh mazhab kritis & post-modernism, dengan argumen seperti itu tentu kamu terjebak dalam logika positivisme Luk, hehe...

justru klo mengikut apa kata Lyotard, kamu terjebak pada postulat-postulat post-modernism ala Lyotard Luk, gimana ini..?

mungkin kamu mesti baca lagi bukunya Lyotard itu, ia menyatakan konsep itu untuk apa dalam rangka apa...

salam,

Anonim mengatakan...

Lyotard mempertanyakan metafisika yang berkutat pada "ada"/ being sebagai sesuatu yang perlu diluruskan. Ada, itu apa? untuk siapa? dan kenapa?
Nilai kegunaan yang kehilangan esensinya.....

Anonim mengatakan...

Lho Luk, koq malah kayak membela Lyotard, katanya emoh post-mo???

lagian lom ngejawab pertanyaanku loh...

Anonim mengatakan...

aku gak ingin terjebak dengan pertanyaanmu kang... he he he

Anonim mengatakan...

Itu artinya km tidak tahu berada di antara penentang post-mo atau pengiman post-mo hehehehe....

keywordbizz mengatakan...

pemikiran modernisme adalah pemikiran kuno.

Tidak sesuai dengan jaman, Islamlah ajaran paling mutakhir, bukan modernisme ala Filsafat Humanisme Kant, descartes, Marx dll, apali bluchart dkk.

Teori2 mereka teori yang sudah kuno.

luluk mengatakan...

Aku penentang post-modern, sekaligus pembela post-modern, kang.Tetapi kita tidak bisa menerima post-modern dengan tanpa syarat. Tetapi harus melalui refleksi dan pertimbangan yang matang dan kokoh.

jahpeople mengatakan...

memahami post mo secara positivis? it's nice tittle for this paper.