online degree programs

Kamis, Januari 22, 2009

Pesta Rakyat

Indonesia dalam waktu dekat akan mengadakan pesta demkorasi -lebih indahnya disebut dengan pesta rakyat-. Karena dalam pesta rakyat ini, harapan perubahan untuk menjadi yang lebih baik, pada diri setiap orang akan dipertaruhkan. Setidaknya itulah yang di terapkan dalam masyarakat Amerika saat menghadapi pesta demokrasi.

Jika kita berbicara masalah demokrasi tentu tidak akan pernah lepas dari hal yang namanya ”politik”. Karena politik adalah alat yang menjalankan roda demokrasi agar bisa berjalan dengan mulus. Apesnya politik telah dimaknai sebagai cela ketimbang keluhuran(Robet&Ronny .2008).

Dalam pemikiran kedua tokoh tersebut dilandaskan pada suatu realita dalam sebuah perpolitkan. Saat ini politik bisa dibaratkan dengan kerusuhan dan pembohongan publik. Ini bisa dilihat pada kasus kerusuhan pilkada di Maluku Utara yan telah memakan ratusan jiwa, sehinggga banyak orang yang mengungsi ketempat lain.
Kerusuhan bisa terjadi disebabkan, calon pejabat masih menggunakan uang untuk merebut seuara rakyat. So..ketika mereka kalah dalam persaingan di Pilkada dalam benak mereka akan selalu merasakan dirugiakan.

Di Indonesia politik uang masih dominan walaupun sudah di larang dalam peranturan perundang-undangan pemilu, walaupun politik uang itu dikatagorikan sebagi pelanggaran pidana dalam pemilu, namun tetap saja masih berperan sentral dalam pemenangan pemilu.
”Politik uang merupakan cara yang digunakan caleg untuk mempengaruhi pemilih. Namun, kelemahan dalam peraturan tentang praktik politk uang ini adaah sulit dibuktikan(Fahmi, Kompas,3/1/2009:4).

Selain menggunakan uang para calon pejabat tersebut juga menggunakan politik citra, semua pada berlomba-lomba memmbangun citra yang baik dimata masyarakat, ini bisa kita lihat dengan strategi yang dilakukan oleh SBY. SBY Mempolitisir kebijakan tentang penurunan harga BBM. Penurunan harga BBM tersebut dijadikan alasan sebagai kesuksesan era kepemimpinnya. Bahkan beliau mengklaim itu adalah keberasilan Partai Demokrat yang dibinannya. Di Istana Kepresidanan juga dilakukan biruisasi seperti kuningisasi milik Golkar orde baru. Tanda pengenal wartawan yang dulu warnanya didominasi warna merah sekarang diganti dengan warna biru begitu juga dengan karpet-karpet yang ada di istana diganti dengan biru semua. Itulah yang digunakan SBY untuk mengenalkan Partai demokrat yang beground-nya adalah warna biru.

Runtuhnya Rezim Gusdurisme

Menjelang pesta demokrasi juga diwarnai pembuangan para tokoh lama didunia partai politk seperti gusdur, sungguh aneh, Gusdur yang nota bene dulu adalah pendiri PKB sekarang tidak terlihat dalam struktur organisasi PKB yang di ketuai oleh Muhaimin, padahal PKB bisa besar karena kharisma beliau.

Perpecahan ditubuh PKB dimanfaatkan oleh partai lain seperti PDI-P untuk mengambil suara dari PKB yang taat pada gusdur, dan tawaran itu di tanggapi baik oleh Gusdur. Gusdur menyarankan kepada pengikutnya agar berkoalisi dengan PDI-P. Memang dalam lembaran historisnya Gusdur mempunyai ikatan yang baik dengan Megawati.

Sangat sulit untuk bisa mebaca pikiran gusdur, tersirat dalam pikiran penulis, Mungkin peristiwa di tubuh PKB adalah isarat akan runtuhnya rezim Gusdur atau bahkan Gusdur dengan sengaja meruntuhkan dirinya sendiri karena sudah bosan dengan arena perpolitikan dan hanya ingin terjun ke dunia Intlektual lagi.

Muhtar Said
Mahasiswa Hukum Unnes SMester 6

3 komentar:

abahgandrung mengatakan...

ORANG YANG BIJAKSANA ITU BS MEMANAJEMN EKSISTENSI DIRINYA, GUS DUR SEDANG MELAKUKAN DEEKSISTENSI, SEHINGGA KETIKA TOKOH2 NON GUSDUR BELUM MELAKUKAN ESTAPET KE GENERASI SELANJUTNYA, GUSDUR SUDAH MENGHASILKAN CAK IMIN, GUS IPUL DSB

Anonim mengatakan...

Sejak kemunculannya sekitar awal dekade 70-an, Gus Dur memang harud dimaknai khusus dalam "ensikopedi" Indonesia. Kontroversial, unpredictable, humoris, sulit dipahami dengan kacamata umum dan sederet predikat lain sudah kita ketahui bersama bila bicara tentang beliau. Rame-rame orang membangun koalisi, justru ia menyemai "konflik". Konflik di PKB dan pilkada Jatim, semua diaktori oleh anak2 politik beliau : Bu Khofifah, Gus Ipul, Pak Mahfud, Mas Imin dan Mbak Yenni...
Melakukan deeksistensi memang sudah tingkatan Gus Dur, namun tidak semua para pengikutnya paham dan sudah mampu mencapai pemahaman tingkat itu. Akibatnya, kita2 ini yg tertatih mengejar-ngejar pemikiran Gus Dur, justru terjebak dalam penafsiran masing-masing.
Seperti saran Gus Mus : seandainya saja Gus Dur lebih berkenan kalem dan sedikit selektif terhadap orang-orang disekelilingnya, mungkin lebih banyak umat yg mengerti. Tapi, ya begitulah ia...

Sekarang, apa lagi, Kyai ?

Yog

Anonim mengatakan...

dik said kayanya Pemilu 2009 belum layak disebut dengan pesta Rakyat, karena kenyataanya para politisi dan partai politik hanya melakukan pembodohan publik saja sehingga lebih pantas disebut Ajang penderitaan rakyat karena banyak uang negara yang dihambur-hamburkan untuk pesta yang belum tak tentu membawa perubahan akan nasib rakyat. kan Caleg sekarang cuma Cari kerja sama Duit saja Dik....
mereka cuma manjadikan rakyat sebagai objek politik saja. dan hasilnya Manjadikan Para Caleg Bodoh... Untuk jadi politisi yang bodoh juga. Heeeeeeee......
Mboh lah... Mumet Aku....