online degree programs

Minggu, Juli 05, 2009

Tradisi Pesta “Gawai Dayak”

Suara nyanyian sangat merdu dengan alunan musik dayak kandayan terdengar keras. Iramnaya mirip alunan dangdut bercampur pop sehingga terbentuk perpaduan suara khas.

Laki-laki, perempuan, tua, muda berjoget di sudut-sudut keramaian yang menandakan bahwa mereka sangat gembira pada waktu itu.

Tak terlewatkan puluhan kerdus bahkan ratusan kardus botol “bir” dan ratusan liter “tuak” yang terdapat dalam drum dan ken-ken lima literan menjadi minuman wajib yang di hidangkan menambah suasana happy bagi mereka.

Kejadian aneh yang dianggap asusila bagi masyarakat jawa juga tak luput dari pandangan yang menandakan “bukan sebuah asusila” bagi mereka.

Ketika ku tanyakan pada tokoh masyarakat ternyata bulan mei telah tiba, sudah menjadi tradisi perayaan kebudayaan yang dianggap akbar digelar setiap tahun oleh suku dayak.

Hari itu tepatnya tanggal 28 Juni 2009, di dusun Sekedau I Desa Tu’a Abaang Kecamatan Semitau kabupaten Kapuas Hulu telah di gelar acara pesta yang dinamakan gawai dayak. Pada hari itu pula banyak dusun-dusun yang merayakan hal serupa. Akan tetapi bagi dusun yang bersebelahan para pemuka masyarakat adat sepakat untuk melaksanakan pesta gawai dayak dengan tanggal berbeda sehingga satu bulan penuh masyarakat dayak merayakan pesta keriangan tersebut dengan tempat yang berbeda.

Pesta ini rutin diadakan sebagai acara pesta hiburan (menghibur diri). Konon dulu karenan masyarakat dayak ini adalah masyarakat pedalaman sebagaimana namanya “dayak = hulu = jauh dari kota = pedalaman”. Acara dalam pesta ini sangat liar apabila dipandang dari sudut masyarakat jawa karena isinya adalah dari rumah-kerumah disediakan hiburan musik, joget-jogetan, muda-mudi saling colek dan yang pasti ada dan tidak boleh tidak adalah minuman yang disebut “tuak”. Bahkan konon dulu ada acara “sex bebas”.

Acara tersebut benar-benar ramai, dan digelar dalam 3 hari 3 malam berturut-turut. Tidak sedikit rumah yang menyediakann “tuak” hingga satu drum (250 liter) yang disediakan khusus untuk menjamu tamu yang datang dan singgah dirumahnya.

Jadi jangan berani-berani singgah di rumah warga ketika acara tersebut digelar apabila kita tidak suka dengan minuman keras, karena sudah tradisi acara itu untuk para tamu di jamu dengan “tuak”. Dan kadang-kadang dipaksa. Apalagi di masyarakat dayak, ada kepercayaan yang disebut “kempunan”, yaitu kepercayaan yang menyakini apabila bertamu, berkunjung kerumah orang dan tuan rumah menyediakan sesuatu “suguhan/jamuan” baik berupa makanan, minuman maka yang bersangkutan harus mencicipi. Kalau tidak akan mendapatkan karma dan sial.

Begitulah kiranya cerita singkat pengalaman tentang tradisi. Pertanyaannya sekarang, bagaimana sikap kita terhadap tradisi tersebut, apakah perlu dilestarikan atau di hapuskan?



Salam,

M. Azil Maskur

Orang biasa tanpa jabatan

Tidak ada komentar: