online degree programs

Senin, Juni 15, 2009

Hikayat Jalan Positivisme sebuah Timun


Di sebuah daerah berhawa panas di ujung timur propinsi Jawa Tengah, hiduplah seorang petani Timun (Ind : Buah Mentimun). Dengan rajin dan bangga, dia menjalani profesinya sebagai petani timun yang memang sudah dia jalani sejak puluhan tahun silam. Dia merawat ladang Timunnya dengan tulus dan ikhlas karena dia merasa timun adalah komoditi penting untuk daerahnya : konon dua puluh persen konsentrasi keuangan di daerahnya sekarang sudah disepakati untuk pertanian khusus pertimunan. Walaupun daerah itu panas dan kering, sesuai iklim geografisnya, tetapi dengan telaten sang petani merawat, menyiangi, memupuk dan memelihara timun-timunnya agar tumbuh dan berkembang dengan baik. Dia jaga pula timun tersebut agar tidak mati muda di mulut kambing atau sapi ternak, atau dipanen muda karena diunduh paksa oleh penggembala yang kehausan di tengah ladang yang kering nian kerontang.


Sang petani juga terlihat bangga dengan timun hasil ladangnya. timun-timun itu, secara khusus akan didedikasikan untuk rujak uleg. Ya, rujak uleg saja, bukan Rujak Hukum, Rujak Teknik, ataupun Rujak Kedokteran apalagi Rujak Ekonomi. Timunnya adalah spesial timun rujag uleg : membutuhkan timun yang tidak besar juga tidak terlalu kecil, tidak kering tetapi juga tidak terlalu banyak air, tidak terlalu manis tapi juga tidak terlalu pahit, dan yang penting tidak berduri. Syarat terakhir itu mutlak wajib karena tidak bisa dibayangkan nasib bibir penikmat rujak jika pembuatannya memakai timun duri. Sebagai petani yang profesional dan berpengalaman, dia tahu bagaimana dan proses apasaja yang harus dia lakukan untuk mendapatkan timun spesialis rujak uleg kualitas prima, termasuk melakukan Praktek Pertimunan Lapangan pada timun-timun tersebut agar bisa bersikap professional jika kelak dia terjun di per-rujak ulegan, merekrut tenaga pengolah dan perawat yang mahir dan handal dari petani seberang yang dikenal lebih tinggi ilmu dan keahliannya. Singkatnya, semua cara demi menjadikan produknya sebagai Timun rujag uleg professional sudah dia penuhi.


Hingga suatu hari, acara yang ditunggu-tunggupun tiba. Panen raya setahun dua kali periode-nan sudah ada di depan mata. Dengan suka cita pula, sang petani dan para timunnya mengikuti acara panen itu dengan hikmad dan berwibawa, disisipi rasa haru karena akan berpisah dan diakhiri dengan semangat suka cita dan tawa ria karena berakhirlah masa penanaman. Kini saatnya para timun bergerak mencari bursa penawaran, bersama timun-timun jenis lainnya. Sang Timun rujag uleg, dengan bangga oleh pengetahuan dan keprofesionalan sebagai timun rujag uleg, menempuh jalan untuk menjadi seporsi rujag uleg yang sungguh menggoda selera.


Setibanya ditempat pengolahan, sang Timun agak kaget campur senang –sedikit. Dia melihat sang petani yang dulu menanam dan merawatnya, ternyata ada pula di sana. Ternyata sang Petani bertindak sebagai seorang quality controler, memimpin Lembaga Penjamin Mutu untuk memastikan hanya timun berkualitas saja yang akan diolah. Tiba giliran sang Timun diseleksi, gentarlah dia. Dia merasa ada hawa lain dari sang petani ini. Wajah yang dilihatnya kini bukanlah wajah petani ladang yang dulu merawatnya –dan mendidik- nya. Dia berubah menjadi kejam, bengis dan arogan. Petani ini menganggap seolah Timun yang kini ada dihadapannya bukanlah timun hasil didikannya. Dimintanya sang Timun menunjukkan bukti tumbuh di ladang timun khusus rujag uleg, disuruhnya dia mengikuti serangkaian tes ujian, seolah sang petani –dan didukung Dinas Pemilik Warung- tidak percaya bahwa timun ini adalah timun spesialis rujag uleg yang dulu ditanam diladangnya. Diharuskannya sang timun membuktikan diri bahwa dia adalah benar-benar timun baik bebas kriminal dan narkoba, seoalah memprasangkai sang timun bukan timun ‘baik-baik’. Diwajibkannya sang timun mengerjakan ujian per-rujak ulegan, seolah-olah lagi, selama diladang dulu sang timun tidak diajar dengan baik dan petaninya tidak kredibel dalam pertimunan. Ditambah, segepok arsip-arsip administrasi lain yang maha sulit untuk mengurusnya bagi hanya se”orang” timun belaka. Masih pula, jika kelak sang Timun memang diterima menjadi bahan rujak uleg, maka dia harus menjalani lagi serangkain tes dan pendidikan profesi, agar benar-benar professional menjadi timun rujag uleg bersertifikasi. Seakan, dulu semasa di ladang sang timun tidak pernah diajar dan belajar bagaimana menjadi timun rujak uleg sejati.


Sang timun sedih, lelah dan agak kecewa. Tetapi, apapun harus dilakukannya demi cita-cita menjadi timun rujag uleg profesional. Apapun dilakukan, walau dengan cucuran keringat dan air mata dan agak sedikit melupakan logika dan ah… harga diri. Apalah artinya.


Hari ini, di tengah kerumunan reuni para timun, saya mendengar cerita dan curhat diantara mereka. Mereka yang masih menanti diterima menjadi bahan rujak uleg berbanderol negeri, dan mereka yang sudah ada di warung rujak, tapi entah kapan akan diangkat betul-betul menjadi rujak uleg. Sambil bercengkerama kami melepas keluh dan tawa getir campur bahagia. Dan di sudut pojok ruangan sambil menghirup sebotol teh dingin yang disediakan, saya termenung tentang diri saya sendiri. Sebagai timun, akan bagaimanakah saya? Terngiang kata-kata seorang tenaga pertanian yang juga “seorang” timun ketika saya masih berupa kecambah : Timun wungkuk jogo imbuh, Le.


Yog, ....

3 komentar:

luluk mengatakan...

Bagaimana jika mentimun di hadapkan dengan kebijakan negara yang mematikan kreasi dan inovasi petani. Pasar di bangun atas harga-harga di tentukan oleh negara atas klaim-klaim kesepakatan antara produsen dan konsumen. Sementara, keuntungan besar di raup oleh negara yang kelak akan menjadi makanan empuk bagi pejabat-pejabat korup-nya, atas nama stabilitas ekonomi. Mengerikan...

Anonim mengatakan...

Ya, Mas Luluk. Ladang Timun, kabar-kabarnya, akan segera di BHMN-kan.

Anonim mengatakan...

saya suka timun..positivis. lebih qualified..bebas nilai..netral obyektif dan non emosional...
mmm...mantap!!!!!

dapat dibagi sesuai kebutuhan...dan selera..piye...lha koe piye, mbak luluk suka timun...kalo timun saya gmana?