Tatkala penulis menonton Kidz Choice Award 2008 November lalu di sebuah stasiun televisi swasta, saat Nidji tampil, Giring sang vokalis mengenakan jas yang amat mirip jas yang dikenakan personil band Inggris, Coldplay.
Jas itu juga ia pakai saat Nidji menjadi bintang iklan sebuah merk sepeda motor. Jas biru tua yang sedikit lusuh dengan tempelan kain-kain perca warna cerah itu dipakai Chris untuk konsep album Coldplay, Viva la Vida or Death and All His Friend. Ada kejadian unik saat perhelatan Grammy Award ke 51 lalu. Coldplay menyabet beberapa penghargaan di situ. Saat penyerahan piala Chris Martin sang vokalis, memimpin rekan-rekannya mengucapkan terima kasih kepada Paul McCartney yang duduk di depan mereka. Mereka berterimakasih karena konsep jas mereka terinspirasi oleh konsep album Sgt. Pepper’s Lonely Hearts Club Band, album mognum opus The Beatles yang bernuansa psikedelik. Jika kita menonton video klip lagu Wonder Woman milik Mulan Jameela kita pasti langsung teringat dengan video klip Kyle Minogue dalam lagu Can't Get Out Of My Head.
Jiplak menjiplak banyak dijumpai di industri hiburan Indonesia baik dengan kadar sedikit; terinspirasi maupun yang parah alias murni menjiplak. Tak hanya di musik juga di sinetron. Untuk sinetron, nampaknya para produser menyadari kekuatan cerita melodrama-melodrama Asia. Pertengahan ’90-an, di masa awal mengudaranya, stasiun televisi Indosiar menayangkan melodrama Jepang seperti Tokyo Love Story, The Return of the Condor Heroes, dan Long Vacation. Lalu, muncullah Meteor Garden (MG). MG pernah menjadi sebuah fenomena budaya di Indonesia kala itu. Melodrama Taiwan ini tak hanya memiliki rating tinggi namun booming-nya juga sempat berimbas pada pergeseran kriteria nilai di kalangan anak muda. Kriteria ketampanan dan kecantikan bergeser dari “barat ke timur”. Wajah-wajah oriental mulai mendapat tempat.
Untuk musik rata-rata para musisi penjiplak, mereka menjiplak dari karya-karya musisi luar negeri yang kurang bisa dijangkau masyarakat kebanyakan. Tentu saja para musisi penjiplak memiliki referensi musik yang lebih banyak dan beragam daripada audien. Mereka berpikir bahwa musik jiplakan mereka tidak banyak diketahui oleh audien. Untuk menikmati bahkan mengenal Led Zeppelin, Queen, The Beatles hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang memiliki akses informasi seperti internet dan televisi kabel. Padahal kebanyakan masyarakat Indonesia hanya mengandalkan televisi yang jarang menayangkan grup-grup band luar negeri tersebut. Sebenarnya radio lebih luas dan variatif dalam porsi pemutaran lagu luar negeri tapi tetap saja lebih berpatokan pada unsur tren dan kekinian dalam pemilihan lagu-lagu yang diputar.
Gejala Posmodern
Sebenarnya hal itu wajar dengan “menjiplak” istilah “tidak ada yang baru di dunia ini”. Ternyata hasil karya kreatif para seniman banyak dipengaruhi secara inspirational maupun total dari karya yang tercipta sebelumnya. Motifnya pun macam-macam. Dari penghormatan hingga hanya mengejar keuntungan semata. Grup band Zappa Plays Zappa dibentuk Dweezil Zappa untuk menghormati mendiang ayahnya, Frank Zappa. Tapi kapitalisme selalu menemukan jalannya. Segala niatan baik akhirnya sengaja atau tidak berujung pada kapitalisme juga. Terbukti Zappa Plays Zappa laris dengan melakoni tur di AS mulai Juni 2008. Di sisi mengejar keuntungan, seperti contoh di atas tadi. Sangat disayangkan jika para seniman atau produser itu dengan seenaknya menjiplak cerita sinetron asing tanpa memberi credit title ataupun mengaku bahwa karya mereka hasil saduran, inspirasi bahkan jiplakan.
“Sebenarnya sudah kuno kalau bicara mana asli mana yang tiruan, semua wacana yang kita diskusikan kan, pinjaman dari luar juga,” ujar budayawan Seno Gumira Ajidarma. Ia melanjutkan bahwa jangan bicara lagi “hak cipta” melainkan “hak kerja”. Hak kerja seseorang yang telah melahirkan karya harus tetap dihargai kendati menjiplak. Satu indikasi dari zaman posmodern adalah tampilan permukaan dan gaya menjadi lebih penting. Kita semakin sering mengonsumsi citra maupun tanda itu sendiri dan bukan “manfaat”nya atau nilai-nilai lebih dalam yang mungkin disimbolisasikan. Sebagai akibatnya, sifat-sifat seperti kelebihan artistik, integritas, keseriusan, autenstisitas, realisme, kedalaman intelektual dan narasi yang kuat cenderung diabaikan.
Medio 90-an, anak-anak muda saat itu begitu antusias ketika untuk pertama kalinya MTV mengudara di Indonesia. Beragam acara musik seperti MTV Alternative Nation, MTV Asia Hitilist, MTV Triple Three dan MTV Most Wanted hadir tak hanya menghibur melainkan juga memberi tambahan referensi musik luar negeri bagi mereka. Ironisnya, sekarang MTV terlihat mengalami disorientasi dengan hanya sedikit memberi jam tayang pada penayangan artis-artis musik luar negeri dan justru memberi porsi yang lebih banyak untuk acara non-musik. Seharusnya para pemilik media tak hanya menuruti kemauan pasar melainkan memberikan referensi karya hiburan kepada audien. Jadi, apresiasi audien kepada karya hiburan dalam negeri menjadi lebih kritis bukan hanya melulu pada komentar “enak didengar” atau “artisnya enak dilihat”.
Tentang Penulis
Mahasiswa Jurusan Bahasa Inggris, Universitas Negeri Semarang. Pernah mengelola Express dan Kompas Mahasiswa, dua pers mahasiswa di Universitas Negeri Semarang. Saat ini tergabung dalam Byar Creative Industry sebagai Koordinator Penelitian dan Pengembangan.
Tentang Byar Creative Industry
Didirikan di Semarang pada 24 Desember 2006. Sebagai organisasi yang fokus dalam mengembangkan serta mengkaji ilmu seni melalui pendekatan terhadap anak muda. Faktor mendirikan BYAR Creative Industry adalah sebuah reaksi akan lemahnya infrastruktur/ sarana seni di Indonesia, khususnya di kota Semarang. Dalam kegiatannya organisasi ini mencoba menciptakan fungsi infrastuktur/ sarana alternatif bagi seniman. Diantaranya ruang pamer, perpustakaan, media publikasi, manajemen seni, eksperimen karya, serta pendokumentasian dan penelitian dengan tujuan mampu meningkatkan kemampuan seniman untuk bertahan serta mencari peluang bagi dirinya.
Akhir 2006 hingga 2007 telah mengadakan beberapa kegiatan pameran yang berskala lokal maupun nasional. Seperti KtoK Project, Festival Tanda Kota Biennale Jogja IX 2007 Neo-Nation dan Hertz Subsonic Sonar 2009.
gambar diungguh dari: http://cms.let.uu.nl/lws/images/stories/postmodernism1.jpg
1 komentar:
..ituah posmo... tidak sekadar menjiplak & dangkal, tp karya-kreativitas dalam posmo menjadi serba singkat, misal... lomba membuat i-ring/NSP, membuat film pendek, membuat klip, semuanya pastiche & klitcsh (kayaknya ejaannya salah...hehe...)..
yakni, bagaikan rangkaian puzle, copy-paste, nggak slalu hal yang sinkron & senada...ya asal gabung & jadi satu aja..
Posting Komentar