online degree programs

Selasa, Agustus 04, 2009

Soft Power itu Berwujud Manga



Oleh Chabib Duta Hapsoro


Sejak tahun 1990-an komik Jepang atau yang biasa dikenal dengan sebutan manga masuk ke Indonesia. Judul-judul komik seperti Doraemon, Kungfu Boy, Akira mulai mendapat tempat. Serbuan manga juga dibarengi oleh penayangan film kartunnya di televisi swasta. Doraemon adalah film kartun Jepang pertama yang tayang di Indonesia. Doraemon pun mencatat prestasi yang mengagumkan. Waktu tayangnya pada hari Minggu jam 8 pagi tak pernah diusik-usik oleh stasiun penayangnya, RCTI sampai sekarang. Hal ini membuktikan bahwa Doraemon senantiasa disukai banyak orang bukan cuma anak-anak dan kontekstual dengan perkembangan zaman. Doraemon tercatat sebagai film kartun paling awet tayang di televisi yaitu lebih dari 18 tahun.

Sampai sekarang manga memang menyandu para pembaca komik Indonesia. Sebut saja judul-judul seperti One Piece, Naruto, Bleach dan Death Note menjadi best seller komik setiap bulannya saat ini. Tahun 2004 ada sekitar 70 judul komik dari Jepang diterjemahkan setiap bulan. Saat ini sekitar 90 persen komik terjemahan yang beredar di Indonesia berasal dari sana. Tema-tema cerita manga hampir tak terbatas mulai dari superhero, olahraga, cerita cinta remaja, hingga yang berbau pornografi. Dari popularitas manga itu muncul turunan-turunan produk budaya lain yang juga digemari anak-anak dan remaja. Seperti Doraemon, komik-komik Jepang yang sukses di Indonesia besar kemungkinan akan ditayangkan film kartunnya yang disebut anime.

Dari manga menurun juga ke Costume Player (Cosplay). Cosplay adalah sebutan untuk orang-orang yang gemar mengenakan kostum karakter manga. Komunitas cosplay tersebar di banyak tempat di Indonesia. Gaya pakaian ini merembes ke gaya pakaian sehari-hari. Biasa disebut Harajuku. Harajuku adalah sebuah kawasan di Tokyo di mana anak-anak mudanya gemar mengenakan pakaian-pakaian yang mirip dipakai oleh tokoh-tokoh manga. Lihat saja Maia Estiyanti, Mulan Jameela, Agnes Monica yang doyan mengaplikasi gaya ini sebagai ciri mereka.

Melalui anime anak-anak muda mulai mengenal musik Jepang yang menjadi soundtrack-nya. Musik-musik Jepang ini juga disukai anak-anak muda kendati masih terbatas pasarnya seperti musik dalam negeri dan barat. Dari anime kita mengenal biduan Jepang seperti Ayumi Hamasaki. Atau grup band macam L'Arc-en-Ciel dan Asian Kung-Fu Generation yang kerap mengisi soundtrack anime yang tayang di Indonesia.



Manga di Amerika

Tak cuma di Indonesia, manga juga menjadi perhatian di Amerika yang notabene memiliki tradisi komik yang kuat. Tokoh manga seperti Atom Boy, Pokemon dan Sailormoon mampu bersaing dengan Spiderman, Batman dan Superman. Publik Amerika telah lama mengenal produk budaya pop impor Jepang seperti film monster Godzilla di tahun 1950an, serial kartun TV Speed Racer di tahun 1960an, videogame seperti Pac-Man dan Space Invaders di tahun 1970an. Kemudian mainan Voltron dan Transformers di 1980an. Lalu, Super Sentai di tahun 90an. Dari beberapa produk tersebut bahkan ada yang “dibajak” menjadi produk budaya Amerika sendiri seperti Godzilla, Speed Racer, Transformers dan Mighty Morphin Power Rangers.

Menilik sejarahnya, manga mulai populer di Jepang di tahun 1940an. Kala itu setelah Perang Dunia II, perkembangan televisi sangat lambat di Jepang. Dan manga menjadi hiburan paling populer di sana. Osamu Tezuka, pencipta Tetsuwan Atom (Atom Boy) menjadi tokoh sentral dalam kepopuleran manga dengan memberikan cerita yang dinamis dan gaya gambar yang terpengaruh oleh tokoh-tokoh Walt Disney. Sejak saat itu, orang-orang asing yang tinggal di Jepang terkesima dengan kombinasi kultur antara kultur manga dan kultur baca di Jepang yang kuat. Jamak ditemukan orang-orang dewasa tenggelam membaca manga yang seharusnya menjadi konsumsi anak-anak di tempat-tempat umum seperti kereta api, trotoar dan taman kota.

Cerita manga biasanya ditampilkan berseri di dalam majalah yang biasanya dicetak hitam-putih untuk menghemat biaya. Setelah muncul di majalah, banyak judul-judul manga yang populer dicetak ulang di buku yang bersampul tipis yang disebut Tankobon.

Pada akhir tahun 1980an edisi cetak manga mulai muncul di Amerika tapi nyaris tak terlihat untuk kalangan umum dan hanya muncul di toko buku komik. Blockbuster manga yang pertama di Amerika adalah Lone Wolf and Cub pada tahun 1987 yang terjual 100.000 kopi per bulan. Dan itu bersamaan dengan keluarnya komik Amerika yang berjudul X-Men yang terjual 400.000 kopi per bulan. Mulai saat itu manga bisa bersaing dengan komik Amerika. Muncul berurutan kemudian adalah manga-manga populer seperti Sailormoon, Dragon Ball Z dan Pokemon. Mereka menjadi bagian dari perkembangan budaya pop Amerika seperti menjadi kostum helloween dan menjadi semacam jalan pembuka bagi invasi budaya Jepang lainnya seperti Nintendo, Sega dan Sony Playstation.

Pada awalnya manga dianggap terlalu eksklusif karena kultur Jepang yang sangat mewarnainya dan berciri khusus. Namun mungkin justru karena itu manga banyak disukai. Pertama manga harus dibaca dari kanan ke kiri. Kedua, manga juga memiliki sistem ikonisasi visual yang berbeda seperti mata yang besar, gelembung ingus, mimisan dan tetesan keringat yang besar. Kekhasan lain dari manga adalah adanya arsir garis untuk memberikan efek dramatis dalam menggambarkan perasaan tokoh. Belum lagi kedinamisan mimik muka tokoh-tokohnya. Seorang tokoh awalnya digambarkan gagah, tampan dan serius tapi tiba-tiba karena suatu hal ditampilkan dengan ekspresi yang konyol. Hingga tahun 2006 manga meraup hampir dua pertiga dari total penjualan novel grafis dan komik di Amerika yang mencapai angka 330 juta dollar. Itu juga termasuk manga yang dibuat oleh komikus Amerika, Eropa dan Korea Selatan.


Manga dan Komik Indonesia

Lalu bagaimana komik Indonesia menahan gempuran manga? Untuk diketahui komik Indonesia pernah menjadi tuan rumah di negeri sendiri setidaknya tahun pada tahun 1970an. Tokoh-tokoh seperti Gundala, Godam, Panji Tengkorak mampu bersaing dengan tokoh-tokoh Marvel. Hasmi, Wid NS, Hans Jaladara adalah beberapa komikus terkemuka saat itu. Belum lagi karya-karya seperti Mahabarata, Ramayana bikinan RA Kosasih. Awal tahun 1990an komik Indonesia tenggelam. Praktis nyaris tak ada judul komik dalam artian dalam format buku Indonesia yang muncul pada dekade ini. Paling banter hanya komik-komik strip yang ditampilkan di koran seperti Panji Koming ciptaan Dwi Koendoro BR yang dimuat di Harian Kompas.

Pertengahan 1990an diwarnai dengan munculnya komik indie. Komik indie eksis dengan sistem self create-produce-distribute-promote yang dilakukan sendiri. Beberapa judul seperti Fight Me bikinan Eko Nugroho dan Old Skull ciptaan Athonk. Kendati memperkaya khasanah perkomikan, komik-komik ini memiliki standar estetika yang berbeda. Komik jenis ini biasanya dibuat dengan idealisme tertentu sebagai karya seni bukan sebagai karya populer sehingga sulit dikonsumsi untuk segala umur.

Tahun 2000an ditandai dengan penerbitan kembali beberapa judul komik yang pernah terkenal seperti Si Buta dari Gua Hantu, Gundala Putera Petir dan Godam. Namun prestasi komik-komik ini tak sehebat dulu. Komik-komik ini hanya memiliki pasar terbatas dan besar kemungkinan adalah penggemar-penggemar lamanya yang berusia di atas 30. Wajar saja, generasi muda sekarang memiliki standar nilai yang berbeda. Konteks lokal komik Indonesia dianggap tak keren.

Sebenarnya komikus-komikus Indonesia sudah mulai produktif kembali. Banyak komik-komik Indonesia yang hingga kini sudah diterbitkan. Seperti Lagak Jakarta dan Benny & Mice ciptaan duet Benny Rachmadi dan Muhammad Misrad. Serta novel grafis Selamat Pagi Urbaz karya Beng Rahadian, Tita’s Palyground karya Dwinita Larasati, Tekyan karya M. Arief Budiman dan Yudhi Sulistya.

Pada masa ini juga ditemukan komik-komik hasil kolaborasi antara cerpenis dan komikus. Hal ini dimaksudkan untuk menghasilkan narasi yang lebih baik untuk komik. Antara lain, serial Mat Jagung di Koran Tempo hasil kolaborasi Radhar Panca Dahana sebagai penulis skenario dan Diyan Bijac sebagai ilustrator. Juga komik Sukab Intel Melayu hasil kolaborasi antara Seno Gumira Ajidarma dan Zacky.

Setidaknya ada beberapa sebab mengapa komik Indonesia sangat sulit untuk bangkit. Komik Indonesia kurang bisa berkembang karena kurangnya dukungan dari penerbit. Penerbit dan distributor komik sekarang lebih silau dengan menerbitkan manga atau komik Amerika ketimbang memberi kesempatan kepada komikus-komikus lokal untuk berkembang. Bila ada penerbit yang mau umumnya tidak bertahan lama. Bila tidak laku di pasaran serta merta penerbit langsung menyetop peredarannya.

Di sisi lain komikus-komikus kita memang aktif berkarya tapi dalam artian menjadi “tukang” komik. Mereka tidak memiliki ide cerita sendiri lantaran mendapat pesanan untuk menggambar komik yang sudah dilengkapi dengan ide cerita dan skenarionya. Menurut Donny Anggoro dalam artikelnya yang dipublikasikan di Koran Sinar Harapan, 18 November 2006 ramainya komikus Indonesia menjadi tukang komik dari penerbit luar negeri juga karena upah tenaga kerja yang murah di Indonesia. Namun juga tak bisa dipungkiri jika komik-komik Indonesia memang kurang bermutu dengan narasi dan karakter yang lemah sehingga belum berhasil merebut pasar pembaca lokal.

“Ini mungkin juga karena missing link, tahun 50an hingga 70an komik kita lagi jaya-jayanya tahun 1990an hampir tak ada komik lokal yang terbit. Kekosongan ini diisi manga. Jadi untuk mengembalikan tempat komik lokal susah banget karena yang di kepala anak-anak muda sekarang cuma manga,” Alfa Robbi pendiri Papillon Studio, sebuah komunitas komik di Semarang berpendapat saat diwawancari pada November 2008. Fajar Buana rekan Alfa di Papillon menanggapi fenomena ini dengan optimistis. “Kita jangan merasa terjajah, kita harusnya lebih melihat ini sebagai tantangan. Manga-manga itu kan bisa dijadikan referensi untuk komik kita juga,” tuturnya.

Komik Indonesia sendiri belum diperhatikan oleh Pemerintah Indonesia. Di Indonesia komik masih sering dianggap sebagai hasil kebudayaan kelas dua yang kurang bernilai bagi para pembaca. Komik sering menjadi kambing hitam atas jebloknya nilai-nilai mata pelajaran anak-anak di sekolah. Padahal komik juga merupakan produk budaya yang serius. Komik yang bermutu adalah menggabungkan antara narasi yang kuat dan kualitas gambar yang mumpuni. Belum lagi riset untuk membentuk konteks situasi dalam komik. Sebagai contoh adalah komik Tintin karya Herge yang menggabungkan antara riset lintas ilmu sains dan budaya yang mendalam serta alur cerita yang sarat dengan konteks politik. Ini berarti komik juga memperkaya pengetahuan pembaca plus nilai moral yang dibawanya. Manga sendiri sudah dianggap sebagai identitas budaya Jepang. Bahkan perdana menteri Jepang Taro Aso mengaku bahwa ia adalah penggemar manga.

Manga adalah salah satu bukti bagaimana globalisasi selalu menyebabkan sebuah kebingungan. Apakah manga memperkaya khasanah budaya kita atau malah merusaknya?



Bahan Bacaan

1. “Doraemon di Sekitar Kita” Kompas Minggu 27 Juli 2007 hal.17
2. “Manga Conquers America” Wired Magazine edisi November 2007 hal.216
3. Situs www.komikindonesia.com


Tentang Penulis

Mahasiswa di Jurusan Bahasa Inggris, Universitas Negeri Semarang. Pernah mengelola Express dan Kompas Mahasiswa, dua pers mahasiswa di Universitas Negeri Semarang. Saat ini tergabung dalam Divisi Penelitian dan Pengembangan dalam pengkajian senirupa dan budaya massa di Byar Creative Industry.


Tentang Byar Creative Industry

Didirikan di Semarang pada 24 Desember 2006. Sebagai organisasi yang fokus dalam mengembangkan serta mengkaji ilmu seni melalui pendekatan terhadap anak muda. Faktor mendirikan BYAR Creative Industry adalah sebuah reaksi akan lemahnya infrastruktur/ sarana seni di Indonesia, khususnya di kota Semarang. Dalam kegiatannya organisasi ini mencoba menciptakan fungsi infrastuktur/ sarana alternatif bagi seniman. Diantaranya ruang pamer, perpustakaan, media publikasi, manajemen seni, eksperimen karya, serta pendokumentasian dengan tujuan mampu meningkatkan kemampuan seniman untuk bertahan serta mencari peluang bagi dirinya.

Dengan visinya aktif dalam mengumpulkan data, mengadakan proyek seni, dan membangun jaringan kerja dengan organisasi sejenis guna perkembangan bidang seni. Sedangkan misinya adalah mengkaji ilmu seni untuk membuka lebar kesempatan/ peluang bagi seniman dalam lingkup nasional dan internasional.

Akhir 2006 hingga 2009 telah mengadakan dan mengikuti beberapa kegiatan pameran yang berskala lokal maupun nasional. Seperti KtoK Project, Festival Tanda Kota dan Biennale Jogja IX 2007 Neo-Nation, Hertz Subsonic Sonar.

Gambar: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/b/bc/Moe-Manga-eye-pic.GIF

2 komentar:

annabiL mengatakan...

pengin bisa...?
desain manga, komik, anime, desain grafis... gabung ja ma kami..
SAKURA MANGA SCHOOL
(024)7474769 SEMARANG

mulai dari level kids smpe mahir
mulai dari sketsa tangan, inking smpe komputerisasi

kami juga siap bantu terbitkan komik Anda

buruan gabung... kelas kami terbatas

Anonim mengatakan...

mulberry handbags ' " Police on his back: Wallace's performing career got off to an auspicious start in high school with neighbors calling the police on the house party where he was playing. louis vuitton paris